View Full Version
Sabtu, 23 Mar 2013

Isu Kudeta: SBY Panik, Para Jenderal dan Politisi Santai Saja

JAKARTA (voa-islam.com) - Isu kudeta, betul-betul membuat Presiden SBY galau dan berhalusinasi. "Dia seperti drama queen. Di berbagai kesempatan usai pulang dari Mesir bertemu dengan media, SBY curhat bakal ada kudeta," ujar Rizal Ramli usai menghadiri sebuah acara di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/3).

Rizal menilai kalau SBY tidak paham dengan arti kata kudeta. Dia menilai kudeta tidak akan terjadi oleh pihak militer bersenjata karena jenderal-jenderal di Indonesia tidak bernyali."Beda sama Vietnam atau Afrika. Biar pangkat kolonel juga berani kudeta," katanya.

Namun, Rizal meminta SBY untuk mawas diri dan jangan menakut-takuti bangsa Indonesia dengan isu kudeta. Jadi, Rizal menyarankan agar  SBY mundur dari jabatannya."Lebih baik mundur saja sebelum dimundurkan paksa. Masyarakat sipil bersiap-siap untuk perubahan. Menjelaskan persiapan itu dilakukan sejak 3-4 bulanan lalu. Mereka bukan kekuatan bersenjata tetapi rakyat yang bosan dengan negara korup," tuturnya.

Bukan hanya SBY yang galau, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, putra kedua SBY juga menyatakan kegalauannya. Ibas yang kini menjabat Sekretaris Jenderal Partai Demokrat angkat bicara soal rencana aksi yang menuntut ayahnya SBY lengser. Ibas berharap demo pada 25 Maret nanti dapat berjalan sesuai aturan.

Menurut putra bungsu SBY itu, demonstrasi dengan tujuan melengserkan presiden sangat bertentangan dengan konstitusi. Ibas mengingatkan agar pergantian rezim dilakukan melalui cara-cara yang demokratis. Jika rencana kudeta dilakukan dengan alasan ekonomi, politik dan lain sebagainya sangat tidak tepat.

Presidium Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) kepada wartawan menyatakan, aksi unjuk rasa pada 25 Maret 2013 akan berlangsung secara damai. Menurut Sekretaris Presidium MKRI Adhie Massardi di Mabes Polri, aksi akan berjalan damai, tidak seperti yang ditakuti pemerintah. "Untuk aksi tanggal 25, itu tidak akan terjadi apa-apa, berharap Polri tidak percayai omongan SBY, aksi ini akan damai," jelasnya.

MKRI pun sudah mengeluarkan lima tuntutan untuk SBY-Boediono. Mereka memberi batas agar SBY-Boediono melaksanakan kelima tuntutan ini sebelum tanggal 25 Maret. Bila tidak sanggup, SBY-Boediono meminta SBY untuk mengundurkan diri sebelum dimundurkan rakyat.

MKRI mendatangi Mabes Polri untuk bertemu dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo, dengan tujuan membicarakan aksi MKRI pada tanggal 25 Maret 2013. Namun, pertemuan Presedium MKRI dengan Kapolri yang sekiranya pukul 10.00 pagi batal. Lantaran, Kapolri dipanggil mendadak oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ke Istana.

Santai Saja

Terhadap isu kudeta, Kepala Badan Intelijen Nasional Letjen TNI Marciano Norman menyatakan, tidak ada kekhawatiran dari pemerintah terkait rencana unjuk rasa berujung kudeta untuk menurunkan Presiden SBY dari jabatannya. Dia menilai, unjuk rasa tersebut sama dengan aksi-aksi yang terjadi sebelumnya.

"Itu tanggal 25 Maret memang ada kelompok berencana unjuk rasa yang tuntutannya adalah menurunkan presiden. Saya rasa unjuk rasa seperti ini sama seperti unjuk rasa lain," kata Marciano di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/3).

Meski demikian, pemerintah tidak akan melakukan tindakan-tindakan represif terhadap kelompok yang melakukan unjuk rasa tersebut. Hanya saja, Marciano meminta kepada kelompok itu tetap dapat mengendalikan diri dan tidak berbuat anarkis."Silakan berjalan sepanjang mereka mampu untuk kendalikan massa dengan baik, mereka tidak anarkis dan mereka tidak berbuat di luar hal kepatutan. Itu harus dipedomani," tandasnya.

Terkait masalah untuk menuntut presiden agar turun dari jabatannya, Marciano menilai ada beberapa aturan yang harus dijalankan. Namun demikian, dia memastikan tidak ada upaya kudeta seperti yang terjadi di negara lain."Kalau kudeta bersenjata saya rasa tidak ada," tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mempertanyakan isu kudeta pada tanggal 25 Maret 2013 mendatang yang dikhawatirkan Presiden SBY. Dia yakin hal itu hanya kabar burung, meskipun sumber informasi berasal dari intelijen negara.  "Sampai saat ini kita semua tak yakin siapa yang akan melakukan kudeta," kata Hasanuddin di gedung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/3).

Mengacu dari pengalaman kudeta di seluruh dunia, Hasanuddin mengatakan, kudeta biasanya lebih efektif bila dilakukan aparat bersenjata. Menurut Politikus PDI Perjuangan itu, sampai detik inipun belum ada tanda-tanda gejolak dari aparat TNI untuk melakukan pembangkangan. "Lalu apakah ada tanda-tanda atau sinyal TNI akan melakukan kudeta? Menurut hemat saya sangat tidak mungkin," lanjut Hasanuddin.

Apalagi, sambung dia, para panglima dan jajaran teras TNI dipegang oleh orang-orang kepercayaan Presiden SBY. Kendati demikian, dia tak menampik adanya sekelompok orang yang menginginkan agar SBY mundur dari jabatannya sebelum purna tugas pada 2014 mendatang. "Tapi isu itu hanya berkembang di sekitar elite tertentu dengan motivasi yang berbeda-beda," katanya.

Selain itu, Hasanuddin menuding isu kudeta hanya untuk mengalihkan perhatian publik terkait permasalahan korupsi yang saat ini menggurita di tubuh partai Demokrat seperti kasus Hambalang misalnya. "Bisa jadi isu itu didesain untuk tujuan tertentu, untuk mengalihkan isu agar publik tak terlalu fokus pada isu korupsi Hambalang yang mulai menggurita ke mana-mana menyentuh elit tertentu," pungkasnya.

Kudeta Mustahil

Hal senada dikatakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, isu ancaman terjadinya kudeta atau usaha menggulingkan pemerintahan SBY hanya sebuah pepesan kosong. Menurutnya isu tersebut sangat berlebihan dan paranoid. Isu itu tak produktif bagi kinerja pemerintahan sendiri."Sekalipun ada niat kudeta, pertanyaannya siapa yang akan menggerakkan? Siapa mau kudeta dengan apa?" ujar Fadli Zon dalam rilisnya.

Lebih lanjut, Fadli Zon menjelaskan, Jika melihat model kudeta yang pernah ada, sebagian besar selalu melibatkan militer aktif. Seperti terjadi di Portugal 1974, Chili 1973, dan Liberia 1980. Atau setidaknya melibatkan orang dalam pemerintahan.

Kudeta bisa juga self-coup, yakni kudeta yang digerakkan oleh pemerintah itu sendiri dengan bantuan militernya. Tujuannya untuk mendapatkan ekstra constitutional power. Seperti terjadi di Peru masa Alberto Fujimori. "Melihat kondisi Indonesia sekarang, untuk terjadi kudeta dari luar itu sangat tak mungkin. Justru yang paling mungkin itu self-coup." [desastian/dbs]


latestnews

View Full Version