JAKARTA (voa-islam.com) - Ketua MUI Pusat KH. Ma’ruf Amin minta RUU Ormas untuk disempurnakan. RUU itu jangan sampai menjurus pada tindakan represif penguasa, juga jangan sampai menjadi liberal. MUI sendiri telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pimpinan ormas Islam di Kantor MUI Pusat belum lama ini untuk menyikapi RUU Ormas..
Sebelumnya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) tegas menolak asas tunggal Pancasila dalam RUU Ormas. FPKS menolak adanya hak subjektif dari pemerintah untuk membubarkan ormas. "Terkait persoalan asas, FPKS konsisten untuk menegakkan konstitusi, pasal 28 UUD'45. Kita terkait dengan norma kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Asas tunggal tidak sesuai dengan konstitusi kita dan tidak sejalan dengan semangat reformasi," jelas anggota FPKS, Indra. Anggota Komisi III DPR itu menjelaskan negara harus menjamin ormas untuk menentukan asasnya sesuai dengan ciri dan kekhasan organisasinya.
Sikap PP Muhammadiyah
Sementara itu Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Din Syamsuddin, MA., menyebut RUU Ormas mengandung kerancuan nalar yang cukup serius. Din juga menyebut RUU tersebut akan menghambat pertisipasi ormas dalam membangun bangsa dan negara.
“Pada intinya RUU tentang Ormas ini kami nilai mengandung kerancuan nalar yang cukup serius dan terdapat banyak pasal yang merugikan Organisasi Masyarakat itu sendiri termasuk Muhammadiyah, sebagai Organisasi Masyarakat yang bahkan usianya lebih tua dari negara ini. Ini tentu nantinya akan menghambat partisipasi kami, partisipasi Ormas-ormas dalam rangka ikut membangun bangsa dan negara yang kita cintai ini,” kata Din Syamsudin saat mengawali konferensi pers di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2013).
Din mengatakan kerancuan nalar tersebut tidak disadari oleh pemerintah dalam hal ini Kemendagri, maupun oleh partai-partai politik dan DPR dalam RUU Ormas adalah kategori tentang ormas itu sendiri. “Sesungguhnya istilah Ormas itu adalah istilah baru pada tahun 1980-an di era Orde Baru yang dimunculkan untuk dibedakan dengan Orpol, sebelumnya tidak ada dalam khazanah konsep maupun praktik berbangsa dan bernegara di tanah air kita. Muhammadiyah, NU dan banyak organisasi lain sudah ada jauh sebelum kemerdekaan, ikut berjuang menegakkan kemerdekaan tidak pernah menyebut dirinya dan juga oleh negara apa yang disebut ormas,” jelasnya
Ia mengungkapkan di balik kerancuan nalar sebagaimana terjadi di masa Orde Baru itu sebenarnya adalah upaya depolitisasi masyarakat. “Kategori Ormas oleh orde baru sesungguhnya merupakan sebuah bagian dari depolitisasi masyarakat, jadi dalam rangka depolitisasi masyarakat,” tuturnya.
Di sisi lain, partai politik di DPR menurut Din Syamsudin telah bersikap diskriminatif dalam menyusun RUU Ormas. “Pada saat yang sama partai-partai politik di DPR sana melakukan tindakan diskriminatif; kecuali yang berafiliasi pada partai politik, ini tidak dianggap sebagai ormas yang diatur oleh RUU ini. Ini kan kerancuan nalar, ini sangat-sangat merugikan masyarakat dan merugikan negara,” tandasnya.
Karena itu Din menghimbau supaya proses pembuatan RUU itu dihentikan. Parpol, kata Din, lebih baik mengurusi diri sendiri dan segala permasalahan yang dihadapi. "Lebih baik dihentikan, bukan urgensi. Kemendagri mengurus saja konflik-konflik sosial yang jadi bom waktu," jelasnya.
Syarikat Islam Tolak Pancasila Sebagai Asas
Penolakan juga disampaikan Sekretaris Jendral Syarikat Islam Indonesia Ferry Aspari. Ia mengatakan, pihaknya menolak pencantuman Pancasila sebagai asas. Meskipun Syarikat Islam tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) yang mendukung pencantuman asas Pancasila, organisasinya memiliki pendirian sendiri.
Ferry menambahkan pendirian ini berdasar penegasan Presiden Syarikat Islam Indonesia Muhammad Mufti. "Syarikat Islam Indonesia tetap berasas Dienul Islam," tegasnya dalam siaran persnya beberapa waktu lalu. Ferry berujar sejak berdiri 16 Oktober 1905, organisasi yang awalnya bernama Sarekat Dagang Islam ini tak akan mengganti asas Islam.
"Sampai kapan pun kami tak pernah berpikir merubah asas," tegasnya. Terkait Pancasila, Ferry menjelaskan, Syarikat Islam tetap memasukkan klausul Pancasila dan UUD 1945 dalam Anggaran Dasar organisasi. "Di Bab IV Pasal 3 ayat 1 disebut Pancasila dan UUD 1945 untuk mempertahankan keutuhan NKRI," terangnya.
Syarikat Islam menilai pemberlakuan asas Pancasila bagi ormas akan membuat bangsa ini kembali ke rezim orde baru. Ferry menyebutnya sebagai mengkhianati semangat reformasi dan perjuangan rakyat Indonesia.
Sikap MMI
Penolakan juga disikapi oleh Majelis Mujahidin, dengan mengirim surat menolak RUU Ormas pada pemerintah dan DPR, karena RUU Ormas ini tidak jelas dasar filosofis, sosiologis maupun yuridisnya, sehingga patut dipertanyakan apa sesungguhnya target politisnya.
Menurut MM, RUU ini mengesankan kembalinya trauma Asas Tunggal yang bersikap represif memasung aspirasi rakyat disebabkan kepanikan seperti pernah terjadi di masa rezim orde baru. Disinilah urgensi debat publik demi kepentingan bersama supaya kita dapat menyelesaikan problem yang menyangkut kepentingan rakyat banyak secara adil dan terbuka.
Surat yang ditandatangani oleh Amir Majelis Mujahidin, Drs. Muhammad Thalib dan Irfan S. Awwas (Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin) ini menantang Ketua Panja RUU Ormas DPR RI H. Abdul Malik Haramain untuk berdebat terkait RUU Ormas.
Peneliti yang juga sosiolog dari UGM Ari Sujito mengatakan, arahan dari RUU Ormas sangat birokratis. Dan menduga RUU ini sangat tergesa-gesa masuk ke prolegnas. Sehingga ia menegaskan RUU tersebut harus ditolak. “Karena kalau ditetapkan, masyarakat sipil tidak punya ruang gerak dalam berorganisasi dan berserikat, sehingga harus ditolak,” kata Ari. [desastian/dbs]