BANDA ACEH (voa-islam.com) – Pengesahan Qanun 3/3013 tentang Bendera dan Lambang Aceh oleh Pemprov Aceh membuat pemerintah pusat gusar. Kemendagri menyatakan, qanun itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Salah satunya Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) 7/2007.
"Kalau mengarah ke bendera gerakan separatis, qanun tidak bisa diberlakukan," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Susilo, Selasa (2/4). Susilo menambahkan, meski qanun sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), namun tetap dapat dibatalkan kalau terbukti melanggar konstitusi.
Kedatangan wakil pemerintah pusat ke Aceh, untuk menyampaikan hasil evaluasi terhadap 12 poin di dalam qanun. Saat ini, Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan berada di Aceh untuk bertemu dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Diharapkan, dari pertemuan itu lahir sebuah kesepakatan untuk merevisi bendera Aceh yang memang mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan, ada aturan yang merupakan tindak lanjut UU Aceh, yakni PP 77/2007. Dalam PP tersebut dikatakan lambang daerah tidak boleh memuat hal-hal yang berkaitan dan mengambarkan, melambangkan, atau memakai lambang separatis.
"Kebetulan, lambang yang diangkat mirip dengan GAM. Oleh karena itu, sudah dilakukan evaluasi dan kita meminta Pemda Aceh dan DPRA untuk melakukan evaluasi dan menyesuaikan dengan evaluasi dari Kemendagri," katanya.
Pendapat Yusril dan JK
Yusril Izha Mahendra menilai usulan Pemerintah Provinsi Aceh terhadap Bendera dan Lambang Aceh yang menyerupai bendera GAM sebagai tindakan yang tak etis. Yusril beralasan, berdasarkan hasil pertemuan di Helsinki, Finlandia pada 17 Desember 2012, Aceh boleh mempunyai lambang dan bendera Aceh yang mencerminkan kebudayaan Aceh, tapi tidak melambangkan kedaulatan Aceh.
“Pada waktu menyusun Perda itu, perwakilan dari Pemrov dan Gubernur Aceh sempat berkonsultasi dengan kami. Saya bersama Pak Jusuf Kalla dan teman-teman lain, mewakili pemerintah untuk membahas hal itu," kata Yusril.
Dalam pertemuan yang membahas tentang penggunaan bendera GAM sebagai bendera Aceh itu, Yusril menganggap penggunaan lambang bendera itu tidak etis dan tidak mewakili rakyat Aceh. Ia justru lebih menyarankan untuk menggunakan lambang senjata khas Aceh yakni rencong untuk dijadikan lambang bendera Aceh.
"Dalam pertemuan itu memang sudah disinggung soal bendera Aceh, tapi sebagian para tokoh yang hadir dalam pertemuan itu tidak sependapat. Sebaiknya jangan menggunakan bendera GAM, kalau menggunakan bendera GAM, tidak etis dan tidak mewakili rakyat Aceh. Jadi kami memilih menggunakan lambang rencong, karena rencong itu kan senjata tradisional khas Aceh dan dapat mewakili seluruh masyarakat Aceh.”
Yusril mengaku bingung mengenai usulan yang disahkan oleh DPR Aceh dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh kepada Pemerintah Provinsi Aceh yang mengusulkan bendera GAM untuk dijadikan bendera Aceh."Nah kenapa tiba-tiba kok malah bendera GAM yang diusulkan. Saya juga bingung itu," tutup Yusril.
Sementara itu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) -- yang menjadi pencetus perdamaian Indonesia-GAM ini, mengatakan, penggunaan lambang GAM itu telah menyalahi perjanjian damai (MoU) di Helsinki antara pemerintah Indonesia dengan GAM. “Dalam MoU Helsinki, secara tegas menyatakan bahwa GAM dilarang memakai seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini.”
Gerakan Aceh Merdeka dilarang untuk menggunakan lambang-lambangnya atau tidak boleh lagi. “Jadi sudah tentu pemerintah daerah harus tanggap agar melarang adanya lambang-lambang GAM dan lebih patuh terhadap peraturan yang sudah ada untuk menghindari konflik," ungkap JK setelah memberikan ceramah di Kampus Lembaga Administrasi Negara, Pejompongan, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2013).
Ia pun menyarankan agar sebaiknya Aceh menggunakan bendera pada saat zaman kejayaannya. "Kalau menurut saya pakailah bendera Aceh saat masa jayanya yang tidak ada kontroversi sama sekali, dan jangan gunakan bendera Aceh pada jaman perangnya. Perdamaian di sana sebenarnya teratur jika tidak adanya penyulut emosi masyarakat," paparnya.
Perjanjian Damai antara Pemerintah Indonesia dengan GAM, yang disebut MoU Helsinki, ditandatangani di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Perundingan damai itu dicetus JK yang menunjuk Hamid Awaluddin sebagai koordinator perunding mewakili Pemerintah Indonesia. Sementara koordinator perunding GAM yaitu Malik Mahmud Al Haytar.Dialog yang dimulai pada awal 2005 itu dimediasi oleh Martti Ahtisaari, mantan Presiden Finlandia. Ia memimpin lembaga Crisis Management Initiative.
Perjanjian Damai 2005 ini mengakhiri konflik antara Aceh dengan Jakarta selama hampir 30 tahun. Butir-butir kesepahaman ini kemudian dituangkan dalam UU No 11/2006 tentang Pemerintah Aceh. [desastian/dbs]