MENTAWAI (voa-islam.com) - Tantangan berat da’wah Ustadz Heri adalah mengubah kebiasaan masyarakat. Misalnya dalam hal kebersihan. Nyaris semua warga Tubeket tidak punya sumur dan belum mengenal sistem WC (water closet). Jadi, mereka memanfaatkan alam sekitar sebagai tempat MCK (mandi-cuci-kakus). Untuk mandi, mereka cukup pergi ke litau. Bahkan tanpa sungkan, mandi nyaris telanjang di tengah keramaian orang di parit. Sedangkan untuk Buang Air Besar (BAB), warga pergi ke tepi atau ke sungai.
Heri kemudian membuat gerakan ‘’Gali Sumur dan WC”. Program ini ia mulai dari pondokannya sendiri. Respon masyarakat memang agak dingin, karena program dianggap jadi beban belaka buat mereka. Juga dinilai tidak praktis.‘’Meski belum terlihat respon yang cukup baik, kami tetap berusaha mengajak masyarakat agar terbiasa,’’ kata Heri pantang menyerah.
Sang Ustadz juga memperkenalkan budaya menanam tetumbuhan produktif. Misalnya, menanami halaman pondok dan masjid dengan cabe merah, bayam, dan kacang. Namun karena kurang waktu untuk menelateni, tanaman cabe gagal panen.
Heri juga coba mengubah kebiasaan konsumsi masyarakat. Ia mengajak warga untuk makan beras, sebagai pengganti ketergantungan pada sagu dan bahan pangan substitusinya yang sangat terbatas dan tidak efisien.
Ketika banyak keluarga mulai menikmati nasi, masalah muncul. Harga beras yang sudah tinggi di Mentawai, semakin melonjak tatkala gonjang-ganjing melanda departemen yang mengurus pangan nasional.
Heri lalu mengajak warga Tubeket mulai membuka ladang persawahan. Ini pekerjaan besar dan berat, karena sudah 15 tahun terakhir masyarakat setempat tak mengenal pertanian padi. Ustadz Heri memulai gerakan tanam padi dengan merangkul penatua (tokoh atau tetua masyarakat), kepala dusun, dan pemuka agama. Alhamdulillah, dengan restu mereka, masyarakat membuka ladang persawahan seluas 20 hektar.
Dengan semangat ‘’bonek’’ (bondo nekad), Heri memimpin warga membuka belukar jadi ladang, mencarikan bibit, pupuk, dan mengelola perairan dan perawatan. Itu semua tak lepas dari bantuan dinas pertanian dan tenaga penyuluh pertanian setempat.
Hasilnya, alhamdulillah, padi menguning terhampar di Tubeket. Bersama warga dan aparat desa serta anggota dewan daerah, Ustadz Heri menyelenggarakan panen raya perdana padi Tubeket di bulan April 2013 ini.
Kelompok Tani
Melanjutkan gerakan revolusioner tersebut, Heri tengah mempersiapkan pembentukan Kelompok Tani dan Nelayan (KTN) Tubeket. Salah satu ikhtiarnya adalah mengusahakan bantuan mesin perahu nelayan berkekuatan 5 PK untuk lima KTN.
Kebutuhan lain warga Tubeket yang hampir semuanya dhuafa adalah sarana penerangan, semisal listrik mandiri masyarakat (limar). Limar adalah paket penerangan sederhana dengan catudaya aki.
Untuk mendukung program dakwah Ustadz Heri, dapat menghubungi Gedung Menara Da’wah Jl Kramat Raya 45 Jakarta.(nurbowo)