JAKARTA (voa-islam.com) - Indonesia menjual isu terorisme di forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Dalam kegiatan Senior Officers Meeting (SOM) ke-2 APEC di Surabaya, Jawa Timur, yang dimulai Ahad (7/4/2013), isu penanganan terorisme merupakan yang pertama dibahas dengan topik "Counter Terrorism Task Force (CTTF)".
"Terlihat sekali Indonesia ingin menjual isu kontraterorisme, dengan menempatkan isu ini menjadi topik awal pembicaraan di APEC," kata Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya kepada voa-islam.com, Senin (08/04/2013).
Menurutnya, dengan alasan telah mampu menangani terorisme Indonesia mengemis investasi agar mengalir ke empat sektor utama.
"Investasi diharapkan mengalir deras dengan alasan hampir mampu menjamin empat sektor utama yaitu perdagangan, travel, finansial dan infrastruktur dari ancaman terorisme. Dan berlebihan menganggap berhasil melakukan penegakkan hukum dengan meninggalkan pendekatkan militeristik," tutur pengamat kontra terorisme tersebut.
Peristiwa bom Bali, kata Harits, memang memiliki dampak di sektor pariwisata dan ekonomi di Bali yang secara spesifik terpukul, tapi di periode berikutnya tidak relevan jika aksi-aksi yang disebut dan diklaim oleh BNPT ataupun Densus 88 sebagai tindakan ‘terorisme’ betul-betul mengganggu sektor perdagangan, travel, finansial dan infrastruktur.
Harits menilai penanganan terorisme oleh pemerintah hari ini hanya sebagai label kepentingan politik dan umat Islam sebagai tumbalnya.
"Tapi di periode berikutnya tidak relevan jika aksi-aksi yang di sebut dan diklaim oleh BNPT ataupun Densus 88 sebagai tindakan ‘terorisme’ betul-betul mengganggu sektor perdagangan, travel, finansial dan infrastruktur. ‘Terorisme’ hari ini dan yang ditangani oleh pemerintah lebih sebagai label dari produk politik kepentingan. Dan kelompok umat Islam yang dijadikan korban," paparnya.
Ia menegaskan, dunia mungkin bisa dibohongi, tapi tidak untuk umat Islam di negeri tercinta ini. Fakta penindakan hukum. Berapa banyak orang ditangkap hanya karena diduga teroris? Kemudian diadili dan dihukum.
"Berapa banyak orang mati dieksekusi oleh Densus 88 hanya karena diduga teroris? Hari ini 700 orang lebih dalam kurungan menjadi korban hanya karena diduga dan terkait terorisme," ungkapnya.
Haris mencatat sudah 90 orang tewas di luar proses peradilan. Inikah yang dikatakan sukses dan bagus? Atau inikah yang dimaksud tidak militeristik? Ini sebuah cerita keberhasilan yang antagonis dengan fakta yang sesungguhnya terjadi.
"Jadi ‘terorisme’ menjadi barang dagangan untuk kepentingan-kepentingan BNPT, Densus 88 untuk menggali banyak dana hibah dari luar negeri. Dan dijadikan barang dagangan untuk kepentingan investasi para kapitalis yang rakus dan dimediasi oleh pemerintah RI. Umat Islam yang jadi korban dengan isu teroris jadi tumbal kepentingan kapitalis," pungkasnya. [Ahmed Widad]