JAKARTA (voa-islam.com) - Tokoh masyarakat Poso, ustadz Adnan Arsal mengungkap akar masalah, mengapa Poso kerap bergojak dan banyak darah kaum Muslimin tertumpah.
Menurutnya, hal itu tak lepas dari latar belakang konflik Islam-Kristen di Poso antara tahun 1998 hingga 2000-an silam.
Waktu itu, umat Islam di Poso berkali-kali dikhianati pihak Kristen dalam perjanjian damai. Setiap kali usai menandatangani perjanjian damai, umat Islam lalu diserang pihak Kristen.
...sempat kami berdamai yang ditandatangani ratusan tokoh Islam-Kristen. Setiap kali habis menandatangani perdamaian, malam hari umat Islam diserang
Menyikapi hal itu, ustadz Adnan Arsal pun mengambil inisiatif dengan menyerukan perlawanan jihad. Uniknya, seruan jihad itu ia kumandangkan setelah disetujui oleh Gubernur karena situasi dan kondisi tak memungkinkan kecuali melakukan perlawanan.
“Pada waktu itu sempat kami berdamai yang ditandatangani ratusan tokoh Islam-Kristen. Setiap kali habis menandatangani perdamaian, malam hari umat Islam diserang beramai-ramai dari atas empat kali. Akhirnya saya berfikir, apa yang harus saya lakukan? Maka pada waktu itu saya telepon Gubernur, karena pada waktu itu kami sudah diserang; “pak Gubernur kami sudah berdamai empat kali dan semua tokoh sudah bertanda tangan, tapi kami diserang lagi dan anak-anak sudah berdarah-darah. Saya mau komandokan jihad pak Gubernur, tidak ada jalan lain. Beliau menjawab; ya okelah kalau begitu,” kata ustadz Adnan Arsal saat menjadi pembicara Diskusi Publik di PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/4/2013).
Ustadz Adnan melanjutkan, sejak awal konflik, aparat telah menunjukkan sikap diskrimantif dan tidak adil terhadap umat Islam.
“Pada waktu itu umat Islam diserang, lewat di muka Kompi 711 tapi mereka tidak dilarang, dibiarkan. Kemudian apabila umat Islam melakukan perlawanan ditahan di muka Kompi dan tidak bisa lewat di situ, ini ketidakadilan,” imbuhnya.
...apabila umat Islam melakukan perlawanan ditahan di muka Kompi dan tidak bisa lewat di situ, ini ketidakadilan
Selain itu, ustadz Adnan Arsal juga menceritakan kebiadaban yang tak akan pernah bisa dilupakan umat Islam Poso. Pada bulan Mei 2000, ratusan santri dan para ustadz Pondok Pesantren Muhammadiyah, Walisongo di Poso menjadi korban pembantaian kaum Salibis.
“Inilah latar belakang terjadinya pembantaian Pondok Pesantren Walisongo dimana pimpinan Muhammadiyah pak Marlan sudah meninggal dunia, santri-santri pada waktu itu dikumpul di masjid, anak-anak kecil sampai yang dewasa awalnya mereka dijamin aman oleh Camat, Kapolsek kemudian Danramil. Setelah dijamin aman datang penyerang ribuan, ada yang mengatakan lima ribu, dibantai anak-anak di masjid itu seperti batang pisang, inilah latar belakang kekerasan melebihi para teroris. Sesudah itu dihanyutkanlah bangkai-bangkai umat Islam di sungai Poso. Menurut perhitungan orang yang lewat di laut dari Poso ke Parigi ditemukan ada lebih dari empat puluh mayat tanpa kepala, ini latar belakang kekerasan yang terjadi terhadap umat Islam, di sinilah umat Islam mulai melakukan perlawanan,” kisahnya.
...penyerang ribuan, ada yang mengatakan lima ribu, dibantai anak-anak di masjid itu seperti batang pisang, inilah latar belakang kekerasan melebihi para teroris
Setelah itu, konflik pun kian meluas. Umat Islam mulai bangkit berjihad dan merebut kembali wilayah-wilayah Muslim yang dikuasai Kristen.
“Terjadilah perlawanan pada waktu itu, dan wilayah-wilayah Islam yang dikuasai mereka (Kristen, red.) direbut kembali dan terjadilah perang antara Islam dengan Kristen,” ujarnya.
Pasca deklarasi Malino, ada diantara kaum Muslimin yang merasa tak puas dengan kesepakatan tersebut. Mereka pun melakukan aksi pembalasan atas pembantaian yang pernah menimpa kaum Muslimin.
Hingga ketika Undang Undang Terorisme disahkan, mereka pun dijadikan DPO dengan tuduhan terlibat aksi terorisme. [Ahmed Widad]