KLATEN (voa-islam.com) – Tidak dipungkiri lagi bahwa kemajuan lembaga pendidikan dari tahun ke tahun dan masa ke masa semakin banyak dan merebak. Bahkan bisa dibilang, lembaga pendidikan umat Islam hampir menyamai lembaga pendidikan umum yang dikelola oleh pemerintah setempat.
Bagaimana sekarang ini, lembaga pendidikan seperti PAUD, TKIT, SDIT, SMPIT, SMAIT hingga perguruan tinggi atau ma’had ‘ali semakin digemari oleh masyarakat dibanding lembaga pendidikan milik pemerintah. Tak hanya disukai, lembaga pendidikan umat Islam juga ada di setiap kota kecamatan maupun kota kabupaten.
Dengan banyaknya lembaga pendidikan yang ada dan dikelola oleh umat Islam serta banyaknya animo masyarakat untuk menyekolahkan putra putrinya disana, harusnya bisa meningkatkan kwalitas keilmuan dan memperbaiki moral masyarakat yang sekolah di lembaga pendidikan tersebut.
Namun realitanya, justru masyarakat tidak kunjung baik dari segi moral maupun kwalitas keilmuaannya. Bahkan dalam satu hadits dari Nabi Muhammad SAW disebutkan bahwa di akhir zaman nanti, manusia akan menjadi bodoh dan kebodohan tersebut akan merajalela baik menimpa pada masyarakat awam maupun para penguasa.
Hadits tersebut berbunyi, “Dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash ra. berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya, Allah tidak mengambil ilmu dengan mencabutnya dari para hamba, tetapi Allah mengambil ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga, ketika tidak ada lagi ulama, manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Mereka pun ditanya, lantas berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
...Ada dua hal yang paling mengkhawatirkan dari menjamurnya keberhasilan lembaga pendidikan Islam. Dua hal itu adalah satu, ketika lembaga-lembaga pendidikan ini sudah bergeser ruhnya, dari sebuah lembaga pengkaderan ulama amilin fie sabilillah menjadi ladang bisnis...
Menurut Ustadz Abu Fatiah Al-Adnani, penulis buku-buku best seller bertemakan akhir zaman saat mengisi kajian rutin bulanan di Masjid Al Huda, Belangwetan, Klaten, Jawa Tengah pada Senin (22/4/2013) yang lalu, hadits tersebut menceritakan suatu massa yang dimana manusia akan berada dalam suatu “ladang kebodohan” yang merajalela.
Dirinya menjelaskan, bahwa hadits tersebut kelihatannya bertentangan dan tidak selaras dengan fakta yang ada sekarang ini. Namun jika dicermati lebih mendalam dan seksama, sebetulnya ada dua pokok permasalahan yang sangat mendasar dari dua perbedaan tersebut sehingga umat Islam sekarang ini buruk kwalitas keilmuannya.
Pertama, Ustadz Abu Fatiah menjelaskan bahwa lembaga pendidikan yang dikelola oleh umat Islam telah kehilangan ruh perjuangannya untuk mencetak kader ulama dan amilin fie sabilillah (berjuang di jalan Allah), dan bergeser menjadi “sebuah pasar bisnis” bernama lembaga pendidikan dan sekolah Islam.
“Tapi ada dua hal yang paling mengkhawatirkan dari menjamurnya keberhasilan lembaga pendidikan kita. Dua hal itu adalah satu, ketika lembaga-lembaga pendidikan ini sudah bergeser ruhnya, dari sebuah lembaga pengkaderan ulama amilin fie sabilillah menjadi ladang bisnis,” tegasnya.
...Walaupun sebuah lembaga pendidikan Islam itu tersebar dimana-mana, tetapi kita masih sangat lemah ketika berbicara tentang kurikulum pendidikan kita. Inilah jawaban yang kedua dari hadits Nabi yang menceritakan, dimana disitu disebutkan kenapa diakhir zaman nanti kok akan terjadi kebodohan yang merajalela...
Dirinya mengakui, sebetulnya tidak mengapa jika sebuah lembaga pendidikan Islam mempunyai tarif masuk yang tinggi bagi para muridnya. Sebab hal itu juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan pengeluaran lembaga pendidikan tersebut. Namun jika biaya masuk dan segala hal yang berkenaan dengan lembaga pendidikan sudah di jadikan “lahan bisnis” dan orientasi bisnisnya lebih dominan, maka hal ini yang akan menjadi masalah besar bagi kwalitas keilmuan umat Islam.
“40 atau 50 tahun yang lalu, pesantren itu masih identik dengan bengkel manusia, yang orang-orang bobrok dimasukkan disana. Tapi sekarang, seleksi masuknya (ke pesantren -red) sudah ketat, kalau tidak hafal sekian juz nggak bisa masuk, ya tho. Bahkan sekarang ini pesantren sudah menjadi lembaga yang bergengsi, nek duite gak tebel kayaknya sulit untuk masuk pesantren, itu sudah menjadi tren dan masalah ini pak,” ujarnya.
Dirinya melanjutkan bahwa ancaman kedua dari merebaknya lembaga pendidikan Islam yang ada, ternyata ada satu celah dimana umat Islam belum bisa mandiri dalam membuat kurikulum pendidikannya. Dimana, para guru-guru dan lembaga pendidikan Islam masih belum berani untuk menampilkan corak Islam yang sesungguhnya dalam mengajarkan Islam sesuai yang tertuang didalam Al Qur’an dan Sunah.
“Bahwa walaupun sebuah lembaga pendidikan Islam itu tersebar dimana-mana, tetapi kita masih sangat lemah ketika berbicara tentang kurikulum pendidikan kita. Inilah jawaban yang kedua dari hadits Nabi yang menceritakan, dimana disitu disebutkan kenapa diakhir zaman nanti kok akan terjadi kebodohan yang merajalela,” jelasnya.
Fakta lain dari lemahnya kurikulum lembaga pendidikan yang dikelola umat Islam adalah masih mengikuti dan menginduk kurikulum pendidikan barat yang notabenya adalah buatan orang kafir. “Coba sekarang kita cek, berapa banyak diantara anak-anak kita yang sekolah di SDIT atau SMPIT atau ‘aliyah dan MTs, apalagi naik di perguruan tinggi, berapa banyak mereka belajar psikologi mengacunya tetap Sigmund Freud, menyebut teori-teorinya masih saja dipakai” ujarnya.
“Yang mereka masuk dan belajar ke jalur ekonomi, tidak bisa teori Karl Heinrich Marx diabaikan. Ketika mereka berbicara tentang ilmu sosial, tetap saja teori David Emile Durkheim masuk didalamnya, ekonomi kapitalis tetap saja didalamnya. Ketika berbicara tentang imu biologi, teori Darwin tidak bisa dilepaskan. Nah, inilah yang menjadi masalah besar meskipun lembaga pendidikan Islam sekarang ini merebak,” tandasnya. [Bekti]