JAKARTA (voa-islam.com) – Semakin tidak jelasnya kinerja para pejabat pemerintahan, baik di legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam mengelola bangsa dan melayani kepentingan rakyat diprediksi sejumlah pengamat politik akan mempengaruhi keikutsertaan masyarakat dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2014.
Toto Sugiarto, pengamat politik dari Sugeng Saryadi Syndicate (SSS) memperkirakan tingkat partisipasi masyarakat di Pemilu 2014 hanya 60 % saja. Hal ini dikarenakan anggota legislatif terus memberikan kabar buruk bagi masyarakat seperti terjerat kasus korupsi dan kasus pidana lainnya.
“Publik kemungkinan semakin apatis karena DPR tidak pernah memberi kabar baik ke ruang publik, seperti terjerat kasus korupsi, malas hadir dalam rapat dan kunjungan kerja ke luar negeri yang menghabiskan uang negara tanpa ada transparansi,” kata Toto seusai diskusi bertajuk -Mengukur Popularitas dan Nomor Urut Caleg- di Media Center Bawaslu, Jakarta, Selasa (7/5/2013).
Sistem rekrutmen partai yang kacau, kata Toto juga menjadi salah satu alasan lainnya. Selain itu, pengambilan Bakal Calon Legislatif (bacaleg) yang terkesan tidak serius dan tidak berkwalitas menyebabkan pemilih atau masyarakat menjadi apatis dan tidak menaruh simpati lagi.
...Kalau tidak ada perubahan, partisipasi publik di 2014 akan rendah dibandingkan 2009 yaitu 70 persen, dan 2004 dengan persentase 80 persen...
Menurut dia, munculnya apatisme tersebut karena publik berpikir untuk apa memilih namun sistem kepartaian di Indonesia tidak mampu mengubah nasib bangsa. “Kalau tidak ada perubahan, partisipasi publik di 2014 akan rendah dibandingkan 2009 yaitu 70 persen, dan 2004 dengan persentase 80 persen,” jelasnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusup mengatakan dengan kinerja parpol sekarang ini yang tidak maksimal menjadi celah yang sangat jelas dilihat oleh masyarakat. Disamping itu, dilihat dari Daftar Calon Sementara (DCS) yang diramaikan artis dan muka lama, rakyat tentu akan malas untuk memilih kembali.
Dia juga menjelaskan, bahwa proses pengkaderan yang seharusnya dilakukan parpol seselektif mungkin tidak berjalan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang. “Program-program parpol tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga demokrasi kita akan gagal,” katanya kepada wartawan beberapa waktu yang lalu di Jakarta.
Dengan penyampaian program kerja yang tidak jelas dari para calon, menurut Asep juga menjadi faktor lainnya yang menyebabkan masyarakat enggan memilih kembali pada Pemilu 2014. “Coba cermati dan telusuri, apakah mereka koruptor, pengguna narkoba. Coba lihat program-programnya jelas atau tidak. Lalu coba lihat bagaimana visi misi mereka dalam meraih suara,” tegasnya. [Bekti/dbs]