CIREBON (voa-islam.com) - Buku Tadzkirah (Peringatan dan Nasehat karena Allah) yang merupakan goresan pena ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang ditujukan kepada penguasa dan aparaturnya kali ini di bedah di Cirebon.
Bertempat di hotel Zamrud, Gedung Berlian Jl. Wahidin No 42 Cirebon, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) yang merupakan organisasi yang bernaung di IAIN Syekh Nurjati Cirebon menghadirkan pembicara diantaranya K.H. Masdar F. Mas’udi (Syuriah PBNU), Nasir Abbas (Mantan Aktifis Al Jama’ah Al Islamiyah), DR. Slamet firdaus (Akademisi) dan Ustadz Heri Amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Jawa Barat.
Sebagai pembicara pertama ustadz Heri memaparkan tujuan disampaikannya buku Tadzkirah adalah tulus karena Allah dan tujuan mulia.
“Penulisan buku Tadzkirah bukan untuk mencari popularitas atau kekayaan naudzubillahi min dzalik. mudah mudahan keinginan ustadz dikabulkan Allah, yang menginginkan kita menjadi masyarakat muslim yang kaffah yang menjadi tujuan kita menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” kata ustadz Heri di hadapan audiens yang umumnya berasal dari mahasiswa, pada Selasa (7/5/2013).
Kemudian ustadz Heri melanjutkan dengan memaparkan tentang definisi thaghut yang kaum muslimin wajib untuk mengingkarinya dan menjadi salah satu poin penting dalam buku tersebut.
“Kemudian yang ke 5 adalah orang yang paling senang diibadahi ditaati kaitanya dalam buku ini disebutkan para aparatur negara para ketua DPR dan MPR yang mereka membuat hukum-hukum tandingan untuk ditaati oleh manusia,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, sebagai pembicara ke dua, Nashir Abbas yang mengaku sudah sejak lama mengetahui materi seperti yang termuat di dalam buku tersebut. Sehingga dia pun tidak banyak mengoreksi.
“Isi dalamya sudah tahu dan ustadz Abu Bakr Ba’asyir pun sejak jaman Orde Baru sudah berpemahaman seperti ini. Masalah thaghut kekafiran masalah hukum sekuler telah saya dapatkan sejak tahun 86, 87 saya tidak mempermasalahkan hal itu,” kata Nashir Abbas
Namun di sisi lain justru banyak pernyataanya yang tumpang tindih Nashir Abbas antara satu dengan yang lain.
“Kalau masalah setuju dengan undang- undang sekuler undang undang yang dipakai sekarang di Indonesia ini, setuju tidak setuju sudah ada ya terpaksa kita sama- sama hadapi, ikuti,” tuturnya.
Padahal selama ini tidak ada yang mengindikasikan bahwa dia dipaksa mau dibunuh atau ditawan kalau tidak taat terhadap hukum sekuler ini. Sebaliknya Nashir sering terlihat mesra dengan pengusung hukum sekuler thaghut dan menjadi antek BNPT.
Bahkan yang lebih parah, Nashir justru melontarkan kritikan terhadap sikap ustadz Abu Bakar Ba’asyir lantaran menggunakan Tim Pengacara Muslim (TPM).
“Kami mengharapkan ustadz Abu Bakar Ba’asyir tetap teguh tidak setuju apa-apa dengan hukum di Indonesia ini, tetapi beliau telah dipengaruhi oleh tim pengacara. jika memang tidak setuju dengan undang-undang di indonesia seharusnya tidak menggunakan sama sekali tidak memanfaatkan undang-undang tersebut inilah ketegasan yang kami inginkan,” ujar Nashir Abbas mengritik.
Begitulah sikap Nashir Abbas yang pernah divonis kafir ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Nashir yang kini hidup bebas, bisa melenggang dan kerap turut serta bersama BNPT menjajakan proyek deradikalisasi.
Sementara kondisi sebaliknya dialami ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Ulama sepuh lintas rezim yang berusia lebih dari 70 tahun ini harus menjalani vonis zalim 15 tahun penjara dan kini mendekam di sel Super Maximum Security, LP Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap. [Widad/Abu Usamah]