JAKARTA (voa-islam.com) – Komitmen Ideologi Partai Islam saat ini tidak sekuat dulu. Bahkan, perbedaan ideologi partai yang satu dengan yang lain tidak terlalu tajam lagi. Kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini sudah semakin pragmatis, terlebih saat jelang Pemilihan Umum. Segalanya dibayar pake fulus.
“Segalanya dibayar pake duit. Bukan hanya jelang Pemilu, tapi juga saat Pilkades maupun Pilkada. Rakyat sudah terbiasa pragmatis.” Demikian dikatakan Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB)Yusril IhzaMahendra, saat menjadi pembicara dalam Kajian Akbar “Partai Politik Islam, Solusi atau Masalah?”, Rabu (15/5) sore di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI Depok.
Dikatakan Yusril, hambatan partai Islam itu tidak punya duit. Ia tidak percaya dengan survey-survei sekarang ini. Deideologisasi. Itulah yang terjadi. Dalam dunia praktis, perdebatan sebuah idelogi antara kubu Islam dan nasional tidak lagi terlalu tajam. “Kategori partai nasional-Islam hanya berguna untuk kepentingan akademis saja.”
Kenyataannya, lanjut Yusril, ideologi partai tidak lagi ditentukan, Islam atau bukan Islam. “Partai Hantu saja bisa menang,” tandas Yusril guyon.
Yusril menceritakan pengalamannya ihwal masyarakat Indonesia yang semakin pragmatis. Pernah, partai yang dipimpinnya itu (PBB) mencoba melakukan pendekatan dengan kalangan masyarakat kelas menangah. Apa yang mereka butuhkan, selalu dipenuhi.
“Jika sebelumnya tidak ada masjid, kita bangun masjid. Yang tidak ada madrasah, kita bikin madrasah. Yang mulanya tidak ada pengajian, kita bikin taklimnya. Anak yatim pun kita santuni. Ibu-ibu pengajian (majelis taklim) yang minta seragam kita belikan seragam, termasuk satu set rebana. Selama lima tahun kita bina. Begitu jelang pemilu, yang menang malah PDIP. Padahal jutaan uang sudah kita keluarkan. Hasil pembinaan akhirnya runtuh dengan uang Rp. 100 ribu saat Pemilu.”
Yusril sepertinya kecewa dan agak frustasi. “Kalau masyarakat sudah sedemikian pragmatis, lebih baik uangnya disimpan saja jelang pemilu nanti. Jadi nggak usah dibuatkan musholla, pengajian, beli seragam atau rebana. Pas pemilu saja kita bagi-bagi duit. Ketika uang sudah bicara, disuruh pilih orang Cina atau orang kafir sekalipun mereka lakukan. Pemilu di negeri ini memang sangat rumit.” [desastian]