View Full Version
Jum'at, 24 May 2013

Dijaga Ketat, Enam Delegasi FUI Berdialog dengan Dubes Myanmar

JAKARTA (voa-islam.com) – Forum Umat Islam (FUI) mengabarkan, Kamis (23/5) siang, enam orang pimpinan ormas Islam yang merupakan delegasi FUI mendatangi Kedutaan Besar Myanmar yang berkantor di Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat untuk berdialog membahas seputar pembantaian terhadap Muslim Rohingya-Arakan.

Sekjen Komite Advokasi Muslim Rohingya Arakan (KAMRA) Ustad Bernard Abdul Jabbar mengatakan, enam orang pimpinan ormas Islam akan melayani ajakan dialog pihak Kedubes Myanmar itu. Delegasi FUI itu diantaranya; Sekjen FUI KH. Muhammad Al Khaththath, Sekretaris Majelis Syuro FPI KH. Misbahul Anam, Sekjen KAMRA Ustad Bernard Abdul Jabbar, dan Wakil Amir Majelis Mujahidin ustad Abu Muhammad Jibril.

Terlihat sejumlah aparat keamanan yang berjaga-jaga di depan gerbang kedubes yang sebelumnya pernah didemo umat Islam saat aksi solidaritas terhadap Muslim Rohingya. Setidaknya lima belas aparat berseragam telah bersiaga. Lainnya, mengenakan pakaian biasa.

FUI mendesak pemerintah Myanmar agar menghentikan pembantaian terhadap Muslim Rohingya-Arakan. Melalui KAMRA, FUI terus melakukan upaya advokasi untuk Muslim Rohingya.

Dalam pernyataan sikapnya, FUI kembali menegaskan, kedatangan delegasi kami sebagai pimpinan ormas-ormas Islam di Indonesia yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) adalah untuk menyampaikan keprihatinan kami atas nasib buruk yang menimpa saudara-saudara kami kaum muslim di wilayah Arakan Myanmar yang telah diburu, diperkosa, dirampas hartanya, dibakar rumahnya, dan dibunuh, serta diusir dari wilayah Arakan dengan tuduhan sebagai pendatang haram.

“Padahal nenek moyang mereka menempati wilayah Arakan jauh lebih dulu daripada pemerintah dan bangsa Burma,” kata Sekjen FUI Ustadz Muhammad Al-Khaththath.

Karenya, FUI menuntut kepada pemerintah Myanmar untuk menghentikan program pembersihan etnis muslim di Arakan dan wilayah Myanmar lainnya. Menuntut kepada pemerintah Myanmar untuk mengembalikan hak-hak umat Islam Rohingya, Kaman, dan umat Islam di Myanmar lainnya, baik itu tanah, rumah, uang, perhiasan, dan kepemilikan mereka lainnya serta kehidupan yang layak bagi mereka.

FUI juga menuntut kepada pemerintah Myanmar untuk memberikan hak kewarganegaraan Myanmar bagi kaum muslim Rohingya, Kaman, dan kaum muslim lainnya di Myanmar yang selama ini tidak diakui sebagai warga negara dan menjadi pemicu terjadinya berbagai kekejaman terhadap mereka oleh kaum Budha ekstrimis dan apara keamanan.

Selanjutnya, menuntut kepada pemerintah Myanmar untuk memberikan hak kepada kaum muslim Rohingya di Arakan untuk membentuk negara Islam Arakan sebagai negara merdeka bilamana pemerintah Myanmar tidak sanggup mengurus dan mensejahterakan kaum muslim Rohingya Arakan. 

“Sebagai pimpinan berbagai organisasi muslim di Indonesia, kami akan terus menggalang dukungan masyarakat muslim Indonesia dan dunia internasional kepada kaum muslim Rohingya yang terzalimi hingga hak-hak mereka dikembalikan bahkan hingga mereka mendapatkan hak mengelola wilayah mereka sendiri sebagai sebuah negara Islam Arakan. 

Kunjungi Pengungsi Muslim Arakan


Sebelumnya, KAMRA sempat mengunjungi Pengungsi Muslim Arakan di Pamekasan. Sekretaris Jenderal Komite Advokasi Muslim Rogingya-Arakan (KAMRA) Ustad Bernard Abdul Jabbar mengunjungi para pengungsi Muslim asal Arakan, Myanmar yang saat ini dtampung pihak imigrasi Pamekasan di Losmen Farita, Jl Trunojoyo, Pamekasan, belum lama ini (22/5/2013).

Pengungsi asal Arakan yang saat ini tinggal sementara di tempat ini sekarang hanya tersisa sepuluh orang. Terdiri atas dua keluarga, dan seorang lelaki asal Bangladesh. Dua keluarga itu masing-masing satu keluarga terdiri atas suami, istri dan empat anak-anak kecilnya, satu keluarga terdiri atas suami, istri dan seorang anak lelaki.

Menurut pemilik losmen, Haji Syamuki (41), para pengungsi yang sekarang masih bertahan saat ini adalah sisa dari ratusan orang yang pernah 'terdampar' di Pulau Madura. Sebulan lebih mereka berada di Pamekasan. Sebelumnya, pada periode pertama datang 67 pengungsi ke tempat ini dan pada periode kedua sebanyak 96 orang."Semuanya kemudian kabur. Tapi ada yang ditangkap lagi di tempat lain,"kata Haji Syamuki.

Menurut salah satu pengungsi, Muhammad Ilyas (41), selama di Pamekasan dia memang mendapatkan perlakuan yang cukup baik. Mereka bisa keluar masuk kamar dan berjalan di sekitar area losmen. Hanya saja, oleh pihak imigrasi mereka tidak boleh memegang ponsel. "HP dirampas, uang yang kami miliki juga diambil," kata lelaki yang bersama seorang istri dan empat anaknya ini.

Sekjen KAMRA, Ustad Bernard Abdul Jabbar, berpesan kepada mereka untuk selalu bersabar sembari menunggu perkembangan lebih lanjut. "Kita prihatin terhadap kondisi mereka. Karena itu kita desak pemerintah untuk segera memfasilitasi mereka, kemana mereka hendak menuju," katanya.

Kondisi pengungsi ini, kata Ustad Bernard, akan disampaikan kepada Kedubes Myanmar di Jakarta supaya mereka mengerti dan menghentikan pembantaian terhadap Muslim Rohingya dan Arakan. (desastian/SI)


latestnews

View Full Version