JAKARTA (voa-islam) – Dalam dialog bertema “Build Humanity: Dream for a Paeceful in Myanmar”, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, Muslim Rohingya adalah etnis paling teraniaya di dunia. Dunia tak kunjung Nampak keseriusannya mengatasi masalah ini. Kisah pilu masih berlangsung di Myanmar, khususnya saudara Muslim etnis Rohingya.
“Hingga saat ini tragedi kemanusiaan Muslim Rohingya menjadi tontonan. Otoritas Budha menunjukkan radikalismenya, dengan melakukan pelanggaran kemanusiaan. Tragedi ini bukan hanya dirasakan oleh kaum muslimin di dunia, tapi juga sisi kemanusian di belahan bumi manapun,” kata Presiden Aksi cepat Tanggap (ACT) Ahyudin di Menara 165, Jakarta, Senin (27/5).
Sungguh ironi, Pemerintah Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal Indonesia dikenal sebagai pemimpin Asia Tenggara dan terbesar penduduk Muslimnya.
“Hari ini kita menyaksikan Muslim Rohingya sebagai etnis yang tersandra dan teraniaya di dunia. Otoritas dunia tidak member respon apa-apa. Sangat disayangkan, jika Pemerintah yang seharusnya lebih berperan, dikalahkan oleh otoritas sipil seperti ACT dan lembaga kemanusiaan lainnya untuk membantu Muslim Rohingya yang teraniaya. Karena itu kami tak ingin menunggu pemerintah, PBB dan lintas peradaban manapun. Kami akan terus bergerak, membantu semampu kami,” ungkap Ahyudin sedih.
Setelah tujuh kali mengirim Tim Kemanusiaan ACT ke Myanmar, telah disaksikan, bahwa jumlah janda terbesar hari ini adalah banyak dialami oleh umat Islam. Nasib mereka dipertaruhkan. “Dan yang membuat tragedi kemanusiaan ini adalah otoritas politik.”
Nasib yang sama, selain Etnis Muslim Rohingya yang terlantar di dunia, juga dialami saudara Muslim di Somalia. “Yang paling blangsak di dunia ini adalah tragedi kelaparan di Somalia. Kenapa pemerintah tidak peduli, hanya otoritas sipil yang bergerak. Mereka hanya ingin kepastian hidup, baik Muslim Rohingya di Myanmar maupun di Somalia.”
“Kalau negeri ini tidak mau membantu, biar kami membeli sejengkal tanah agar bisa menata kehidupan,” ungkap Ahyudin berkaca-kaca.
ACT tergerak mengajak semua pihak untuk membantu muslim Rohingya yang saat ini tinggal di kamp-kamp pengungsian. Sejak Ramadhan 2012, ACT mendorong masyarakat Indonesia dan dunia membantu Muslim Rohingya. Salah satunya melalui Program Wakaf for Humanity, yaitu wakaf 1.000 shelter atau pemukiman yang dibangun di Kamp Se Tha Ma Gyi, di Sitwee, Myanmar. [desastian]