View Full Version
Jum'at, 31 May 2013

Ismail Yusanto: Demokrasi Bertentangan dengan Akidah Islam

JAKARTA (voa-islam.com) –Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berpendirian untuk menolak demokrasi. Lalu mengapa menolak demokrasi? Bukankah di negera seperti Mesir, Tunisia, Palestina, Jordania, Aljazair dan sebagainya menjadikan demokrasi sebagai kendaraan politik untuk mencapai tujuan, sehingga Islam berkembang di sana, dan menguasai suatu negara. Bagaimana penjelasan HTI mengenai hal tersebut?

Menurut Juru Bicara HTI Ismail Yusanto, demokrasi sebagai sebuah paham atau sistem, intinya adalah paham kedaulatan rakyat. Maknanya adalah siapa yang memiliki hak membuat hukum, hak menetapkan benar salah, hak menetapkan halal haram, maka hak itu ada pada rakyat dan wakil rakyat.

“Lalu apakah bisa dibenarkan jika hak membuat hukum, menetapkan benar salah, halal haram itu pada rakyat. Tentu tidak bisa, semua itu hanya hak Allah Swt saja. Adapun manusia sebagai pelaksana, bukan sebagai pembuat hukum. Karena itu, ketika wakil rakyat (manusia) menetapkan sebuah hukum,  maka sesungguhnya manusia telah menempatkan posisinya sebagai Tuhan. Itu tidak benar,” jelas Ismail.  

Ditegaskan Jubir HTI, demokrasi bertentangan dengan akidah Islam. Hukum dan halal – haram itu ditetapkan Allah saja. “Kita harus menolak demokrasi, dengan dasar bertentangan dengan akidah islam. Jika demokrasi mengajarkan kedaulatan ada di tangan rakyat, sedankan Islam mengajarkan, kedaulatan ada “ditangah” Allah (syariah).”

Lalu apa sesungguhnya cita-cita politik umat Islam? Hanya sekedar berkuasa? Jika cita-citanya sebatas Islamisasi, seperti adanya bank syarah, kebebasan mengenakan kerudung, boleh jadi targetnya berhasil. Tapi jika targetnya ingin menegakkkan negara yang berlandaskan Islam secara kaffah, bukan Islamisasi, tentu merupakan cita-cita yang lebih besar. Diakui, cita-cita itu memang belum tercapai.  

“Tentu kita bukan sekedar ingin berhasil, tapi mengupayakan agar thoriqah (metode) perjuangan yang dijalankkannya pun harus dengan cara yang benar. HTI sendiri berjuang mengikuti thoriqah dakwah Rasulullah, yakni  berdakwah melalui pembinaan pengkaderan, sehingga lahir kader pejuang Islam yang kaffah. Interaksi dengan masyarakat sangat diperlukan agar Islam berkembang menjadi opini public, setelah itu kekuasaan dapat diraih melalui dukungan ahli quwwah ditengah masyarakat.”

Ismail Yusanto mengakui, thoriqah perjuangan HTI memang belum terbukti. Artinya, belum ada cerita berhasil menegakkan syariah Islam secara kaffah, masih dalam proses. Sementara HTI lahir tahun 1953. “Semua berpulang pada kita, pilih mana, demokrasi atau khilafah. HTI memilih syariah dan khilafah.” [desastian]


latestnews

View Full Version