View Full Version
Sabtu, 01 Jun 2013

Golput Meningkat, HTI Pun Bantah Gembosi PKS yang Pro Demokrasi

JAKARTA (voa-islam.com) – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sering dituding sebagai penyebab tingginya angka golput dan kalahnya partai islam dalam Pilkada, Pemilu, ataupun Pilpres. Karena HTI anti demokrasi dan tidak ikutan pemilu, seolah-olah HTI lah menjadi biang keladi. HTI pun membantah telah menggembosi Partai Islam, termasuk PKS.

Tak dipungkiri, gesekan antar gerakan Islam di lapangan kerapkali terjadi. Masing-masing saling mengkerdilkan gerakan Islam, sehingga ukhuwah Islamiyah menjadi terancam.

Diakui oleh juru bicara HTI Ismail Yusanto, gesekan seperti itu memang ada yang kesannya seperti rivalitas sesama gerakan Islam. “Ini seperti Muhammadiyah dan NU, meski terlihat anteng namun di akar rumput gesekan panas kadang terjadi,” ujarnya kepada wartawan dalam acara media gathering HTI, belum lama ini, Rabu (29/5) jelang Muktamar Khilafah di Hotel Borobudur Jakarta.

Ismail juga membantah keras jika kekalahan Foke dalam pemilukada DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu, dikarenakan sikap HTI yang menolak untuk berpartisipasi serta mengkampanyekan untuk tidak memilih. “Tidak ada satupun bayanat resmi dari HTI yang mengatakan agar warga Jakarta untuk golput, justru bayanat resminya adalah semua umat Islam diserukan untuk memilih partai Islam dengan kriteria yang telah HTI tetapkan,” papar beliau.

Ismail mengakui adanya dinamika umat. Tidak dibenarkan jika sesama gerakan Islam saling mengkerdilkan. “Kami selalu tanamkan pada kader dibawah, bahwa musuh HTI bukan gerakan Islam yang pro demokrasi.”  

Di level society, tetap ada perbedaan, karena ada banyak kelompok, organisasi, maupun mazhab. Tapi dilevel negara, harus satu pemimpin, satu sistem. Itu ukhuwah yang hakiki. Namun bukan berarti  NU dan Muhammadiyah harus melebur. Keragaman itu bisa terjadi dilevel society.

Senada dengan Ismail Yusanto, salah seorang pengurus teras atas HTI Farid Wajdi juga menolak jika HTI sering dianggap sebagai penggembos partai-partai Islam khususnya PKS. Diakui olehnya memang di lapangan HTI paling sering bergesekan dengan kalangan Tarbiyah (PKS), namun hal itu bukan alasan menuduh HTI sebagai penggembos PKS.

“Tidak ada alasan sebenarnya untuk bergesekan jika semuanya menyerukan penegakan syariat. Gesekan itu terjadi ketika HTI dianggap mengancam atau menggembosi aktivitas demokrasi teman-teman itu,” tegas Farid.

Menurut Farid kegiatan yang dilakukan HTI hanya menyampaikan pentingnya penegakan syariat Islam, dan seharusnya jika PKS sama-sama memperjuangkan syariat tentunya gesekan tidak perlu terjadi. Dia juga menjelaskan untuk level para petinggi, HTI menjalin hubungan yang baik dengan petinggi PKS, bahkan baru-baru ini HTI bertemu dengan presiden PKS Anis Matta setelah sebelumnya menjalin komunikasi dengan berbagai tokoh PKS.

Tingginya Angka Golput

Ditanya soal tingginya angka golput, apakah demokrasi sudah tidak diterima lagi oleh rakyat Indonesia? Dikatakan Ismail Yusanto, tingginya angka golput menunjukkan terjadinya apatisme, juga dipicu oleh berbagai faktor, seperti persoalan teknis, jauh tempatnya, atau malas dan tidak tampak kegairahan untuk memilih.

“Apatisme tumbuh karena rakyat sudah kehilangan harapan. Pemimpin baru bermuculan, tapi kelakuan tetap yang lama. Wajahnya saja yang baru, tapi perilaku korup tak berubah. Jadi, tidak ada bedanya pemimpin yang baru dan mendatang. Cuma janji-janji saja.”

Menarik untuk dikaji, justru pemenang dari setiap pemilihan kepala daerah itu dari pihak golput. “Seharusnya yang duduk sebagai Gubernur dan wakilnya adalah partai golput. Tapi kan partai golput tidak ada,” ujarnya tersenyum.

Kata Ismail, ini sebetulnya menjadi peluang bagi HTI untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Tentu apatisme itu berangkat dari kesadaran politik, bukan sekedar apatis pasif, tapi juga aktif, energinya digerakkan untuk melakukan perubahan. [desastian]


latestnews

View Full Version