JAKARTA (voa-islam.com) - Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ustadz Farid Wadjdi menyatakan bahwa revolusi Suriah adalah revolusi Islam.
Pernyataan ini sekaligus membantah tudingan bahwa revolusi yang terjadi di negara sebagai revolusi yang ditunggangi oleh Amerika.
“Revolusi Suriah adalah Ats Tsaurah Al Islamiyyah (revolusi Islam) yang didorong oleh umat Islam dan terdapat aspirasi yang kuat di sana untuk menegakkan syariat Islam termasuk keinginan untuk menegakkan khilafah di sana,” kata ustadz Farid Wadjdi di sela-sela media familization, yang diselenggarakan HTI di hotel Borobudur Jakarta Pusat, Kamis (30/5/2013).
Ustadz Farid menambahkan, yang menunjukkan juga bahwa revolusi di Suriah adalah revolusi Islam adalah sikap para mujahidin yang menolak campur tangan Amerika di Suriah termasuk tawaran Amerikan untuk mendirikan pemerintahan yang demokratis.
“Para mujahidin juga menolak kelompok oposisi pemerintahan transisi yang dibentuk oleh Amerika,” imbuhnya.
Ia pun menegaskan sikap Hizbut Tahrir secara internasional mendukung revolusi Suriah demi menegakkan syariat Islam dan khilafah.
“Hizbut Tahrir tentu mendukung revolusi Suriah yang ingin menegakkan syariat Islam dan khilafah Islam dan inilah yang kita lihat sekarang ini. Karena itu Hizbut Tahrir hadir di sana untuk mengawal revolusi Suriah termasuk mendatangi para mujahidin dan menawarkan kepada mereka system pemerintahan seperti apa yang harusnya mereka terapkan jika kemenangan nanti diraih oleh para mujahidin,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan Hizbut Tahrir tetap pada metode (thariqah) yang selama ini diterapkan yaitu penegakkan khilafah harus melalui Thalabun Nushrah.
“Hizbut Tahrir tetap pada konsep dakwahnya termasuk di Suriah, dimana strategi dakwahnya itu ada dua; membangun opini umum (ra’yul ‘am), lalu mendapat dukungan dari ahlun nushrah, dalam hal ini Hizbut Tahrir melihat bahwa mujahidin juga mempunyai posisi sebagai ahlun nushrah,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, meski mendukung revolusi Suriah yang dilakukan oleh mujahidin, namun Hizbut Tahrir tetap pada pendiriannya menegakkan khilafah tanpa mengangkat senjata.
“Hizbut Tahrir secara organisasi dalam rangka menegakkan khilafah tidak melakukan angkat senjata (jihad), tetapi dengan cara yang saya jelaskan tadi. Namun, secara individu siapa pun kaum muslimin yang dizalimi dia berhak melakukan perlawanan dan itu kita lihat terjadi seperti di Suriah sekarang dan ini tentu tidak bisa dibiarkan,” tutupnya. [Ahmed Widad]