JAKARTA (voa-islam.com) - Berbagai isu kemanusiaan seperti demokratisasi, kebebasan pers, HAM lingkungan hidup dan pluralitas sering tidak menjadi isu utama bagi agama atau bahkan antar agama. Agama-agama justru disibukkan oleh isu-isu kristenisasi, Islamisasi, pembangunan rumah ibadat, pendidikan agama, pelecehan agama dan sebagainya. Padahal agama seharusnya lebih menjadikan isu-isu kemanusiaan dan perdamaian sebagai isu utamanya.
Demikian dikatakan Rektor Universitas Islam Indonesia Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec dalam Seminar Internasional Dialog Antar Umat Beragama di Hotel Ritz Carlton, Selasa ini.
“Jika bercermin pada kasus konflik Ambon di Indonesia, Semenanjung Balkan, Irlandia Utara dan berbagai belahan dunia lainnya, kalangan yang skeptic dalam melihat agama akan mengatakan, bahwa agama tidak bisa berbuat apa-apa terhadap konflik tersebut. Alih-alih menjadi part of the solution, agama justru menjadi part of the problem,” tandas Profesor.
Dikatakan Edy, Pluralitas merupakan realitas masa sekarang yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Karena itu, analisis yang komprehensif terkait kendala-kendala yang menjadi persoalan dalam dialog antar agama dan peradaban sangat dibutuhkan, sehingga perdamaian dapat terwujud di muka bumi. Rektor UII itu memberi contoh kekerasan dan pelanggaran HAM di Myanmar atas Muslim Rohingya, yang hingga saat ini masih berlanjut.
Sementara itu, Abdullah bin Sulaiman Abdullah Al Ghufaili, Guru Besar Universitas Islam Madinah jurusan akidah dan aliran kontemporer, mengatakan, hidup berdampingan secara damai adalah tuntutan positif dan kebutuhan masa kini untuk mendekatkan sudut pandang semua pihak. Juga menjelaskan pentingnya dialog yang bertujuan untuk mempromosikan toleransi yang diajarkan dalam agama Islam.
“Namun jangan dipahami, bahwa toleransi kemanusiaantidak lantas melepas atau melebur dalam perkara-perkara yang tidak sejalan dengan esensi Islam. Yang benar adalah pembentukan pondasi bagi hubungan atas dasar kemanusiaan secara luas dalam kehidupan umat manusia.”
Diantara unsur pendukung peradaban islam adalah menghormati orang lain, berintegrasi dengannya, berdialog dengan cara yang baik, memberikan nasehat yang baik, dengan menghormati perjanjian dan menempati konvensi internasional. Dan hal ini bukanlah sekedar teori, tapi merupakan perilaku yang nyata dalam kehidupan sesama umat Islam, juga dalam hubungan mereka dengan umat lain.
“Sejarah umat islam menjadi saksinya. Orang Islam tidak pernah memaksa seseorang pun untuk meninggalkan agamanya. Dalam sejarah Islam yang panjang, kaum muslimin memperlakukan non muslim dengan baik sebagaimana diperintahkan oleh agama kita yang lurus,” ungkapnya.
Pada akhirnya, dengan dialog antara umat beragama ini dapat terhindar perselisihan, peperangan, pertumpahan darah, pembunuhan dan pengusiran karena perbedaan suku, agama ras dan golongan. [desastian]