BEKASI (voa-islam.com) - Dalam muqaddimah kajian jurnalistik, pengurus DDII Magelang, Jawa Tengah, ustadz Fuad Al Hazimi menyampaikan bahwa pada dasarnya peran media telah digunakan sejak zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sejak zaman Nabi Nuh ‘Alaihis Salam.
Diantaranya, bagaimana menciptakan pencitraan buruk atau pembunuhan karakter kepada target, dalam hal ini para Nabi dan pengikutnya.
“Pentingnya pencitraan, ini pula yang dijadikan senjata kaum musyrikin sejak zaman Nabi Nuh. Distorsi, pencitraan buruk, pembunuhan karakter atau yang kita kenal character assassination; majnun (gila), Nabi pun dibilang rajulun yatathahharun (orang yang sok suci), kalau tidak mempan dibilang rajulun majnun (orang gila). Sebelum dibunuh orangnya dibunuh karakternya dulu dan itu adalah peran media,” kata ustadz Fuad Al Hazimi dalam kajian jurnalistik jihadi, bertema “Urgensi Media Dalam Jihad Global” di kantor berita voa-islam.com, Bekasi, pada Jum’at (7/6/2013).
Ustadz Fuad mengambil contoh dalam sirah nabawiyah, yakni tentang peristiwa sariyah nakhlah disaat beberapa orang Muhajirin dipimpin Abdullah bin Jahsy Al-Asady menghadang kafilah dagang Quraisy. Waktu itu hari-hari akhir bulan suci yang diharamkan perang, tapi Abdullah bin Jahs berijtihad tetap berperang dan menang serta membawa ghanimah.
Peristiwa itu lalu dimanfaatkan pihak Quraisy untuk membunuh kareakter Nabi Muhammad dan kaum muslimin dengan menudingnya telah melanggar bulan-bulan haram.
Selain itu menurut ustadz Fuad, insan media juga harus memahami pentingnya peran media dalam jihad fi sabilillah.
“Maka insan media seharusnya memahami ini, bagaimana pentingnya (media, red.) dan minimal mengukuhkan niat kita bahwa kita berada di front kedua jihad (al jabhah ats tsaniyah minal jihad) sehingga diperlukan itqan; sungguh-sungguh, profesional dan tekun,” ucapnya. [Ahmed Widad]