BEKASI (voa-islam.com) - Pengurus DDII Magelang, Jawa Tengah, Ustadz Fuad Al Hazimi mengimbau agar para insan media meluruskan niat mereka. Sebab hal itu amat penting dalam perkara amal seseorang.
“Sebagai insan media, kita memaknai kerja ini sebagai apa? Hanya news, atau hanya sekedar mencari kerja, atau apa? Karena niat itu hal yang paling penting dalam amal,” kata ustadz Fuad Al Hazimi dalam kajian jurnalistik bertema Peran Media dalam Jihad Global di kantor voa-islam.com, Bekasi, Jum’at (7/5/2013).
Maka menurut ustadz Fuad, sudah seyogyanya para jurnalis Muslim memaknai kerjanya di dunia media sebagai bagian dari jihad amar ma’ruf nahi munkar yang meruapakan pokok dien dan kewajiban setiap individu (fardhu ‘ain), sebagaimana pendapat Ibnu ‘Arabi.
الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر أصل في الدين وعمدة من عمد المسلمين وخلافة رب العالمين والمقصود الأكبر من فائدة بعث الرسل, وهو فرض على جميع الناس مثنى وفرادى بشرط القدرة عليه
Amar Nahi munkar adalah salh satu pokok di antara pokok-pokok Ad Dien, salah satu tiang di antara tiang utama penyangga kaum muslimin dan khilafah Rabbil alamin serta tujuan terbesar dari diutusnya para Rasul. Hukumnya adalah fardhu ‘ain atas setiap manusia baik berdua, bertiga maupun sendirian sesuai kemampuan masing-masing. (Aridhotul Ahwadzy 9/31).
“Memaknai kerja wartawan, kerja media, kolumnis sebagai amar ma’aruf nahi munkar itu sangat penting. Kita mendapatkan dunia juga mendapatkan akhirat,” imbuhnya.
Ia pun menyampaikan bahwa kewajiban jihad amar ma’ruf nahi munkar menjadi efektif bila dilakukan oleh media, terutama media online.
“Saya ingat nasehat seseorang; ustadz musuh-musuh Allah sudah menggunakan metode ‘dakwah’ yang sangat canggih sementara kita baru mouth to mouth (mulut ke mulut). Maka media, apalagi sekarang internet itu sungguh luar biasa, dia bisa masuk ke segala penjuru dunia. Bahkan, di kantong kita selalu terbawa update berita,” ungkapnya.
Ustadz Fuad melanjutkan, sambil mengutip pendapat Syaikh Muhammad Muhammad Al-Maqdisi dalam I’dad Al Qadah Al Fawaris bi Hajril Madaris, halaman 6 yang melarang sikap diam ketika melihat kemunkaran.
“Adapun bersikap diam dan hanya mengingkari di dalam hati justru akan menjadi alasan dan hujjah bagi para ahli maksiat itu bahwa para ulama mendiamkan saja kemungkaran mereka bahkan menyetujuinya!”
Dengan demikian, menurut ustadz Fuad sikap media Islam sesungguhnya tak berbeda dengan para ulama dalam amar ma’ruf nahi munkar.
“Kalau ada kemunkaran, lalu media Islam diam, orang bisa memaknai; oh, berarti tidak ada masalah. Sebab media Islam juga sekaligus sebagai media yang menjadi kontrol sosial. Kewajibannya adalah menyampaikan yang haq adalah haq yang batil adalah batil. Diamnya media Islam bisa merupakan sebuah sikap menyetujui,” tandasnya. [Ahmed Widad]