JAKARTA (voa-islam.com) – 10 tahun yang lalu, kawasan ini dikenal oleh “hidung belang dan mucikari” dengan sebutan Kramat Tunggak, sebuah kawasan lokalisasi terbesar di Kramat Jaya, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Bahkan, kabarnya terbesar se-Asia Tenggara. Namun, kawasan prostitusi itu telah ditutup dan diganti dengan Jakarta Islamic Centre.
Selama sepekan, sejak Jum’at (14 Juni-20 Juni 2013), Jakarta Islamic Centre (JIC) memperingati Miladnya yang ke-10. Ada beberapa rangkaian acara yang digelar dalam milad tersebut. Diantaranya, Pameran dan Bazar, Jakarta Berdzikir, Pemberian Penghargaan Tokoh Perintis dan Pendiri JIC, launching Koperasi JIC, pemberian bantuan modal UKM dan UPZ, pelatihan qalbu lingusitik programming, fashion show, hingga aneka lomba (menggambar dan mewarnai tingkat TK dan SD).
Rangkaian acara lain yang tak kalah menarik adalah Seminar Kebetawian dan Kejakartaan Islam, Lokakarya pengurus masjid. Akan hadir sebagai narasumber antara lain: KH. Didin Hafiduddin (Ketua Umum Baznas), H. bambang Sugiono (Walikota Jaktim), Ridwan Saidi (budayawan Betawi), M Jusuf Kalla (Ketua Umum DMI), KH. Saifuddin Amsir, dan KH. Wafiudin Sakam. Puncak Milad ke 10 JIC akan hadir Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Kamis (20/6).
Sejarah Kramat Tunggak
Dalam sejarahnya, Lokalisasi ini dimulai dengan peresmian Lokasi Rehabilitasi Sosial (Lokres) Kramat Tunggak oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Nama Kramat Tunggak berasal dari nama tempatnya, Kramat Jaya, sementara Tunggak berarti pohon yang dipotong untuk dijadikan tambatan nelayan. Lokalisasi ini dibangun untuk memindahkan para penjaja seks di Jakarta, yang kebanyakan digiring dari Pasar Senen, Kramat, Pejompongan, Bina Ria dan Volker, yaitu deretan rel kereta api di kawasan Ancol, Jakarta Utara.
Lokasi Rehabilitasi Sosial Kramat Tunggak ini dahulunya menempati lahan seluas 109.435 m2 yang terdiri dari sembilan Rukun Tetangga. Melalui SK Gubernur DKI Jakarta No. Ca.7/I/13/1970 tanggal 27 April 1970, Ali Sadikin menjadikan kawasan ini menjadi Lokalisasi Wanita Tuna Susila.
Pada awal pembukaan, hanya terdapat 300 orang PSK dan 76 mucikari. Namun selanjutnya berkembang hingga pada tahun 1980-1990, jumlah WTS telah mencapai lebih dari 2.000 orang di bawah kontrol sekitar 258 mucikari. Tempat ini juga menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 700 pembantu pengasuh, sekitar 800 pedagang asongan, dan 155 tukang ojek. Belum lagi tukang cuci dan pemilik warung-warung makanan yang bertebaran di sekitarnya. Lahan lokalisasi juga terus berkembang hingga 12 hektar dan dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara.
Semakin membesarnya Lokalisasi Kramat Tunggak membuat ulama dan masyarakat mendesak penutupan tempat tersebut. Setelah keluarnya SK Gubernur untuk penutupan, muncul gagasan terhadap lokasi bekas Kramat Tunggak tersebut, antara lain pembangunan pusat perdagangan , perkantoran dan lain sebagainya. Namun Sutiyoso memiliki ide lain yaitu membangun Islamic Centre.
Pada tahun 1999, atas ide Gubernur Sutiyoso, akhirnya Lokalisasi Kramat Tunggak ditutup dan Jakarta Islamic Centre dibangun di atasnya. JIC kemudian dijadikan sebagai pusat kajian agama Islam, yang akan dilengkapi dengan sarana pendidikan. [desastian]