JAKARTA (voa-islam.com) – Bising, hingar bingar musik dangdut itu memukul gendang telinga dengan kerasnya. Perempuan jalang, baik yang masih ABG maupun setengah baya terlihat melayani lelaki hidung belang sambil menenggak miras. Yang “jajan” bukan hanya yang berdasi, tapi segala lapisan, termasuk bule yang menjadi turis mancanegara.
Itulah lokalisasi Kramat Tunggak 10 tahun yang lalu. Kramat Tunggak adalah nama sebuah lokasi resosialisasi (lokres) yang terletak di Jalan Kramat Jaya RW 19, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara.
Kramtung -- – begitu masyarakat Jakarta menyebutnya – hadir dari sebuah produk kebijakan pemerintah yang ngawur ketika melihat maraknya pelacuran di Jakarta, sehingga diambil langkah pelokalisasian agar tidak bergentayangan di masyarakat. Tahun 1970, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mendirikan Lokasi Resosialisasi (Lokres) WTS Kramat Tunggak ditetapkan dengan SK Gubernur Khusus DKI Jakarta No. Ca.7/i/13/1970.
“Sebenarnya, pelacuran marak saat itu diakibatkan oleh kesalahan pemerintah yang tidak melarang perzinahan yang sudah jelas-jelas melanggar perintah agama,” kata HM. Syarifin Maloko yang ketika itu giat menyerukan penutupan Kramtung.
Areal tersebut tepatnya menempati lahan seluas 109.435 m2 yang terdiri dari Sembilan Rukun Tetangga (RT). Kramtung, kemasyhurannya tidak saja terkenal di Indonesia, namun juga terkenal hingga ke seluruh Asia Tenggara sebagai pusat “jajan” terbesar bagi hidung belang.
Pada awal pembukaannya tahun 1970-an, terdapat 300 orang WTS dengan 76 orang germo. Jumlah ini terus bertambah seiring bertambah bulan dan tahun. Menjelang akhir ditutupnya Lokres Kramtung tahun 1999, jumlahnya mencapai 1.615 orang WTS di bawah asuhan 258 orang germo atau mucikari. Mereka tinggal di 277 unit bangunan yang memiliki 3.546 kamar.
HM. Syarifien Maloko, SH, M.Si, MM adalah salah satu tokoh yang gigih memperjuangkan penutupan lokalisasi prostitusi Kramat Tunggak. Lelaki kelahiran Flores, NTT, itu tak lelah menyerukan amar ma’ruf nahi mungkar. Dan menghendaki agar tempat prostitusi tersebut ditutup. [desastian]