JAKARTA (voa-islam.com) - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, MA menyatakan bahwa kebijakan menaikkan harga BBM adalah sebuah kezaliman.
Din Syamsudin menduga adanya permainan di balik kenaikan harga BBM, sebagaimana berita yang beredar tentang PT Pertamina Energy Trading (Petral) Ltd, anak perusahaan Pertamina di Singapura yang melakukan mark up.
“Saya dengar ada anak perusahan pertamina yang justru duduk di luar negeri, yakni Petral di Singapura. Berita yang beredar ini terjadi transaksi-transaksi mark up. Kalau betul ada mark up 1 dollar per barel berapa triliun itu? Dan kemana uang itu?” tanya Din Syamsudin usai menghadiri Pengajian Politik Islam (PPI) di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Ahad (16/6/2013).
“Kalau itu kemudian dipakai untuk dana politik dan akibatnya harus rakyat yang menanggung, subsidi dicabut lalu harga naik ini kan sebuah kezaliman,” imbuhnya.
Petral dan Kebohongan Istilah Subsidi BBM oleh Pemerintah
Untuk diketahui, Petral berdomisili di Singapura dan tugasnya adalah membeli minyak dari luar negeri untuk kebutuhan di Indonesia. Banyak pihak mencurigai adanya praktik kongkalikong dalam pengadaan impor minyak di Petral.
Direktur Eksekutif Petromine Watch Indonesia, Urai Zulhendri, mengaku mendapat kabar dari salah seorang sumber di Pertamina, yang mengungkapkan bahwa istilah Subsidi ternyata hanya kebohongan Pemerintah dan Pertamina.
“Saya sendiri perih menyaksikan kerakusan para pejabat di Pertamina. Harga premium & solar dari Russian oil itu cuma 425 USD per metrik ton atau sekitar kurang dari Rp 4.300,- per ltr,” ungkap sumber seperti dikutip Zulhendri seperti dikutip radaronline.co.id, Kamis (13/6/2013).
“Melalui Petral angka 425 tersebut dimark up 300 USD sehingga menjadi 725 USD dan oleh Pertamina disempurnakan mark up-nya menjadi 950 USD, angka inilah yang kemudian disebut sebagai harga pasar yang mengharuskan adanya istilah subsidi tersebut. Luar biasa bajingan Mas!!" tambah sumber di Pertamina tadi.
Apakah hal tersebut benar? “Jika benar, artinya mark up yang dilakukan mencapai 100%, dari harga 425 USD menjadi 950 USD, yakni Petral mengambil keuntungan 300 USD dan Pertamina mengambil keuntungan 125 USD,” jawab Zulhendri.
Hal ini, menurutnya, tidak mungkin terjadi Mark Up jika Petral langsung membeli minyak ke Produsen (NOC). Jelas bahwa ini mengindikasi PT Pertamina Energy Trading (Petral) anak usaha PT Pertamina (Persero) masih menggunakan Perantara (Mafia Minyak) dalam melakukan pembelian Minyak Mentah. “Tidak hanya itu, bahkan ada dugaan kuat juga Mark Up yang dilakukan PT Pertamina (Persero) sebesar 125 USD dicurigai sebagai bentuk Upeti/Commitment Fee dari Karen Agustiawan (Dirut Pertamina) yang diduga diberikan kepada Ani Yudhoyono untuk mempertahankan posisinya sebagai Dirut Pertamina,” bebernya pula. [Ahmed Widad]