JAKARTA (voa-islam.com) – Sangat aneh apabila seorang pemimpin tidak mengetahui keadaan, situasi dan kondisi dari sebuah institusi yang dipimpinnya. Itulah realita yang terjadi di Indonesia.
Pimpinan sebuah lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak mengetahui jika ada Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) yang bisa dibilang tidak kecil atau tidak sedikit, mengalir ke sebuah perusahaan tertentu.
Seperti telah diketahui bersama, bahwa ada alokasi dana sebesar Rp 155 miliar mengalir ke PT Lapindo milik Ketum Golkar Abu Rizal Bakrie, yang tertuang dalam RAPBN-P tahun 2013 Pasal 9 APBN-P tahun 2013 yang baru saja diparipurnakan oleh DPR RI saat sidang paripurna pada hari Senin, 17 Juni 2013 kemarin.
Seperti tak ingin disalahkan seorang diri, para pimpinan DPR kemudian beramai-ramai menyatakan tidak mengetahui secara teknis dalam hal pembahasan materi dari sebuah perundang-undangan yang akan di undangkan dalam sidang paripurna.
...Sebagai salah seorang pimpinan, khusus pasal 9 ini, saya baru tahu saat dilakukan lobi setelah rapat diskors ketua sidang, Pak Marzuki (Ketua DPR -red). Sebelumnya saya tidak tahu sama sekali. Kalau disumpah pun, saya berani...
“Sebagai salah seorang pimpinan, khusus pasal 9 ini, saya baru tahu saat dilakukan lobi setelah rapat diskors ketua sidang, Pak Marzuki (Ketua DPR -red). Sebelumnya saya tidak tahu sama sekali. Kalau disumpah pun, saya berani,” kata Pramono kepada wartawan di gedung DPR, Senayan di Jakarta, Rabu (19/6/2013).
“Demi Allah, saya tidak tahu sama sekali. Pasal tersebut tak mungkin dirubah atau ditarik lagi, karena sudah terlanjur disahkan. Ketua DPR baru tahu pasal itu pada waktu lobi. Mungkin pimpinan memang tidak diberitahu. Pak Marzuki yang memimpin rapat paripurna juga baru tahu saat itu,” imbuhnya.
Senada dengan wakil ketua DPR dari PDI-P tersebut, Marzuki Ali juga menyatakan hal yang sama. Ketua DPR dari partai Demokrat ini mengaku tidak mengetahui tidak tahu adanya dana bagi korban Lumpur Lapindo pada APBNP 2013. Marzuki mengatakan dirinya tidak mengikuti rapat kerja Badan Anggaran (Banggar).
Marzuki menuturkan tidak menerima laporan mengenai masalah tersebut. Apalagi menyangkut dana Rp 155 miliar untuk korban lumpur Lapindo. “Saya juga enggak tahu, tapi itu tugas teman-teman itu dibahas di teman-teman (Banggar -red),” kata Marzuki Alie di Gedung DPR, di Jakarta, Rabu (19/6/2013).
...Bayangin saja ketua DPR bilang enggak tahu ada anggaran untuk Lapindo. Konyol...
Banyaknya anggota DPR dan bahkan pimpinan DPR sendiri yang mengaku tidak tahu adanya pasal Lapindo dalam APBN-P 2013, dikatakan Lili Wahid sebagai sesuatu yang konyol. Lebih-lebih ketika ketidaktahuan juga disampaikan secara lisan oleh pimpinan DPR kepada publik.
“Bayangin saja ketua DPR bilang enggak tahu ada anggaran untuk Lapindo. Konyol,” cetus mantan anggota DPR ini, pada Jum’at (21/6/2013) di Jakarta.
Adik kandung mantan Presiden RI ke-empat, Abdurahman Wahid itu mengatakan jika pemerintah tidak seharusnya menggelontorkan dana secara besar-besaran untuk korban Lapindo. Pasalnya peristiwa Lapindo adalah bencana yang disebabkan oleh perusahaan, bukan karena alam.
“Mungkin yang taruh di situ hantu, karena semua mengaku tidak tahu. Pemerintah tidak punya kewajiban memberi ganti rugi kepada korban lumpur Lapindo. Itu tanggung jawab perusahaan,” kecamnya.
...Dana lumpur lapindo sejak 2007. APBN sudah tiap tahun mengeluarkan anggaran untuk lumpur Lapindo, deal politik bukan sekarang, sudah lama. Bahwa ini kelengahan anggota DPR...
Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Heri Budianto dan koordinator Sekertariat Nasional Forum Indonesia untuk Trasparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khaddafi meyakini adanya deal politik antara partai Demokrat dengan Golkar terkait pengalokasian anggaran Rp 155 miliar dari APBN-P 2013 untuk penanganan lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur.
“Dana lumpur lapindo sejak 2007. APBN sudah tiap tahun mengeluarkan anggaran untuk lumpur Lapindo, deal politik bukan sekarang, sudah lama. Bahwa ini kelengahan anggota DPR partai oposisi, disitu permainan politik. Anggaran itu dibahas kok seperti itu tidak mengemuka,” kata Budi pada Kamis (20/6/2013) di Jakarta.
“Tentu saja ada deal politik antara kedua partai, Demokrat dan Golkar. Jelas, itu dilakukan supaya Golkar tidak berteriak (menolak kenaikan BBM -red). Ini bisa dikatakan sebagai bentuk main mata,” kata Ucok kepada wartawan di gedung Bawaslu, di Jakarta, pada Rabu (19/6/2013). [Khal-fah/dbs]