JAKARTA (voa-islam.com) – Dalam makalahnya yang berjudul “Konflik Suriah dalam Rancangan Novus Ordo Seclorum”, aktivis kemanusiaan MER-C Dr. Joserizal Jurnalis, SpOT, mengemukakan pandangannya terkait Suriah. Menurutnya, untuk mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak lagi, maka harus ditentukan akar permasalahan konflik.
Acara diskusi terbuka itu bertema “Kenapa Suriah?”. Dilaksanakan Rabu (26 Juni 2013) siang, tepatnya pukul 14.0 di Auditorium Ar Rahim, Lt 12 Universitas YARSI, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut: dr. Joserizal Jurnalis, SpOT (Mer-C), Jerry D Gray (penulis dan pengamat politik internasional), dan Drs M. Hamdan Basyar Msi, (peneliti LIPI).
Terlihat peserta yang hadir: Achmad Michdan, Mahendradatta (Tim Pengacara Muslim), Ustadz Mudzakir, Ustadz Alfian Tanjung, Geys Amar (Al Irsyad), perwakilan dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan beberapa aktivis kemanusiaan Hilal Ahmar dan Forum Indonesia Peduli Suriah (FIPS) serta tokoh Syiah Partai Demokrat.
Joserizal memaparkan, tujuan politik kemanusiaan adalah untuk mengurangi korban akibat perang dan konflik. Dalam kesempatan itu, Jose juga menjelaskan track record MER-C dalam politik kemanusiaan di Ambon tahun 1999 dan pembebasan sandera GAM, Ferry Santoso dan Ersa Siregar.
Jose mengutip data korban konflik Suriah dari PBB. Hingga akhir April 2013, korban yang tewas akibat konflik Suriah mencapai 92.900-100.000 jiwa. Jose juga menjabarkan akar permasalahan konflik Arab Spring, mulai dari Revolusi di Tunisia, Mesir, Libya dan Suriah. Lalu Kenapa Suriah? Begitu Jose bertanya.
Selanjutnya, Jose menjelaskan, tentang peta oposisi dan rezim Bashar Assad. Di pihak oposisi ada SNC (Syrian National Council), FSA (Free Syrian Army), dan FSA dilapangan dibantu oleh “foreign fighters”, yakni Al Qaeda, Al Nusra dan lain-lain. Kelompok Oposisi, kata Jose, juga dibantu oleh AS, NATO, Israel, Saudi, Qatar, dan Turki. Sedangkan Rezim Bashar Assad dibantu oleh SAA (Syrian Arab Army), Hizbullah, dan negara seperti Rusia, Cina dan Iran.
Awal pemicu konflik, dikatakan Jose, berawal pada 11 Maret 2011. Ketika itu terjadi demo di sebuah kota kecil bernama Daraa yang berada di dekat perbatasan Suriah-Yordania. Demo tersebut dilakukan dalam rangka memperjuangkan demokrasi yang kemudian diantisipasi oleh rezim dengan keras.
“Konflik lalu berkembang. Hingga timbul gerakan perlawanan senjata terhadap Bashar Assad. Dalam perjalanan waktu, demo yang damai berubah menjadi peperangan antara oposisi dan rezim,” ujar Jose.
Lalu kenapa Suriah? Inilah yang menjadi pertanyaan besar Joserizal. Menurutnya Suriah adalah: pertama, negara yang kuat secara militer dan intelijen. Kedua, Suriah selalu menunjukkan sikap perlawanan dengan Israel. Ketiga, alasan Arab Spring untuk Suriah adalah menegakkan demokrasi.
Bukti Suriah adalah negara yang kuat secara militer dan intelijen, kata Jose, tahun 1967 terjadi Perang Enam Hari dan tahun 1973 (perang Yom Kippur). Tahun 2011, komposisi militer suriah terdiri dari 304. 000 pasukan SAA, 450.000 pasukan cadangan.
Adapun alasan Arab Spring untuk Suriah, menurut Jose sebagai sesuatu yang aneh. Padahal Saudi dan Qatar tidak lebih demokratis dari Suriah, namun menjado pendukung kuat oposisi.
Sedangkan Suriah selalu menunjukkan sikap perlawanan dengan Israel. Buktinya, kata Jose, setelah Yom Kippur, Suriah komit membantu Hizbullah dalam memerangi Isarel. Tahun 2006, Hizbullah memenangkan peperangan dengan Israel. (desastian]