BIREUEN (voa-islam.com) - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Front Pembela Islam (DPW-FPI) Bireuen, Tgk Zainuddin MZ Albiruny, meminta kepada pihak penegak hukum di wilayahnya untuk menghukum pendeta yang diringkus di Apotek Sehat Bireuen beberapa waktu lalu sesuai dengan hukum yang berlaku di negeri ini.
Karena, katanya, pendeta tersebut jelas-jelas telah menginjak-injak hukum di negeri ini dengan cara menyebar agama kepada orang yang telah bergama.
“Menyebar agama kepada orang yang telah beragama itu melanggar hukum, makanya kita minta kepada pihak penegak hukum jangan takut menindak pendeta tersebut, karena dia telah berani melanggar hukum yang berlaku di negeri ini,” katanya.
Selain itu, kata Tgk Zainuddin, pendeta tersebut juga melanggar qanun yang berlaku di Aceh. Kemudian sudah cukup buktinya dan juga ada korbannya dan ada beberapa kitab agamanya yang berbahasa indonesia salah satunya disebut-sebut ada yang berbahasa Aceh dan juga darinya juga ditemukan sket atau peta wilayah-wilayah Aceh yang akan dijadikan sasarannya untuk memurtadkan umat Islam di Bumi Iskandar Muda itu.
“Jadi, tidak ada alasan lagi penegak hukum tidak menghukumnya dengan hukum yang berlaku di negara kita ini, karena bukti dan saksinya telah cukup, bukan malahan melepaskannya hanya dengan membuat surat pernyataan di atas segel, sungguh itu hal yang tidak logis dan sangat melukai hati ummat Islam di Bireuen dan umumnya di Aceh, ” tegasnya.
Menurutnya, perlunya diproses dan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku atas pendeta tersebut, supaya terbuka kedok atau dalangnya serta diketahui siapa dibalik itu semua. Karena, kata dia, ada desas desus dibaliknya ada pihak yang membekengi. Belum lagi ada isu yang berkembang di tengah masyarakat di belakang pendeta kafir itu ada oknum pembesar di pusat dan luar negeri yang mendanai aksi nekatnya itu.
“Kami atas nama FPI mengaharapkan bila ada aksi pemurtadan seperti ini diusut tuntas, supaya masyarakat lebih percaya kepada penegak hukum dan untuk menghindari aksi main hakim sendiri di tengah masyarakat nanti,” katanya.
Bila masyarakat tidak lagi percaya dengan aparat penegak hukum, sambungnya, maka main hakim sendiri di tengah masyarakat akan sulit dibendung lagi. Konon lagi kasus pemurtadan seperti itu sudah beberapa kali terjadi di Aceh, namun selalu kandas di hukum. Maka, untuk kali hendaknya diproses tuntas dan jangan beralasan SARA, karena itu tidak ada kaitannya.
“Saya katakan sekali lagi, di negara ini ada hukum seseorang yang melakukan penistaan agama, makanya harus ditindaklanjutinya hukum tersebut kepada pendeta itu,” ulangnya. [Widad/SD]