JAKARTA (voa-islam.com) - Jangan jajan sembarang. Tanpa disadari, tahu-tahu kita sudah menelan makanan yang haram. Halal Watch menginformasikan ada sebagian penjaja makanan masih menggunakan bahan masakan yang tidak terjamin kehalalannya.
“Para penjual mie atau nasi goring dengan gerobak dorong dan warung tenda, bahkan restoran Sunda, sebagian besar restoran Cina, serta banyak restoran sea food, memakai sari tape (alias arak masak, ang ciu, arak merah) sebagai penyedap rasa atau pengempuk daging masakannya, termasuk masakan yang ditumis, seperti kangkung dan capcay,” kata Ketua Umum Halal Watch, Rachmat OS. Halawa dalam jumpa pers disela-sela Seminar “Halal Akar Kebaikan”.
Dalam press release yang diterima wartawan, hasil pemantauan Halal Watch terhadap sejumlah restoran dan pengelola warung tenda di Jakarta masih ada yang menggunakan mirin sebagai pelengkap bumbu masakan Jepang supaya rasanya seperti masakan Jepang asli.
Begitu juga dengan oknum penjual jamu gendong yang kerap menambahkan minuman anggur sebagai ramuan dalam jamu atau beras kencur yang dijualnya. Termasuk sebagian besar bakery yang memakai Rhum untuk membuat beberapa jenis kue (cake).
Lebih jauh Halal Watch menjelaskan, dalam kamus bahasa Indonesia, arak adalah minuman keras, biasanya dibuat dari beras yang difermentasikan atau diragikan. Masih dalam kamus bahasa Indonesia, arak adalah zat air yang mengandung alcohol (seperti wiski, brendi dan rum) yang diperoleh dari penyulingan anggur serta zat cair lain.
Menurut sebuah penelitian, kandungan alcohol angciu adalah sekitar 15%. Adapun mirin adalah bumbu dapur untuk masakan Jepang berupa cairan beralkohol berwarna kuning, berasa manis, mengandung gula sebanyak 40-50%. Di Jepang, Mirin adalah minuman keras yang membuat mabuk mabuk jika diminum.
“Dalam Islam , minuman yang memabukkan itu disebut khamr, hukumnya haram jika dikonsumsi. Dan masakan yang terdaoat khamr, meskipun sedikit tetap haram. Kendati terjadi penguapan karena panas, masih ada khamr yang tersisa pada masakan. Anggapan bahwa seluruh arak menguap sehingga masakan menjadi halal, adalah anggapan yang salah. Masakan tersebut tetap haram, meski yang memakannya tidak menjadi mabuk.” Demikian Halal Watch.
Halal Watch menyerukan agar penjual makanan, tidak membuat makanan dengan bahan-bahan tersebut. Jangan mencantumkan tanda halal buatan sendiri, karena penggunaan tanda halal harus melalui pemeriksaan dari LPPOM-MUI yang memahami hukum-hukum halal dan haram.
“Sebagai konsumen, sebaiknya umat Islam cermat dalam memilih makanan. Jika ada tanda halal, pastikan bahwa tanda halal tersebut resmi dari LPPOM-MUI,” kata Rachmat.
Sekilas Halal Watch
Halal Watch adalah lembaga nirlaba yang mengamati, mengontrol perkembangan dan industri pangan halal; yang berawal dari komunitas peduli halal yang berinteraksi seputar halal haram di mailing list Halal Baik Enak. Lembaga ini didedikasikan untuk umat Islam agar lebih peduli dan berhati-hati tentang halal haram.
Seminar Halal Watch 2013 bertajuk “Halal Akar Kebaikan” merupakan seminar halal perdana yang diselenggarakan oleh Halal Watch, 30 Juni 2013 di Gedung Bank Bukopin – MT. Haryono, Pancoran.
Seminar ini diselenggarakan sebagai sarana mengedukasi dan mengkampanyekan betapa pentingnya memahami halal-haram secara luas dan mendalam, karena pemaknaan halal-haram bukan hanya pengakuan fatwa dan meyakini hukum semata, melainkan sebuah penghayatan terhadap objek-objek halal ataupun haram yang bertransformasi menjadi objek yang samar karena pengaruh teknologi.
Selain itu, kondisi masyarakat muslim Indonesia yang kurang peduli terhadap halal-haram dan sikap mewajarkan anggapan “Indonesia mayoritas muslim, Insya Allah makanan dan produk lainnya halal” menjadi titik balik perenungan. Mengapa? Karena anggapan tersebut salah kaprah dan sangat berbeda dengan kenyataan yang ada.
“Kenyataannya bahwa, industri pangan, obat dan kosmetik saat ini sangat kompleks dalam proses produksinya yang meliputi pengadaan bahan baku, produksi, pengemasan, pendistribusian maupun penyajiannya yang sangat tidak jelas. Dan ini seharusnya menjadi acuan seorang muslim untuk bertanya. “Halalkah makanan, obat dan kosmetik yang saya gunakan?” Tercemarkah bahan haramkan produk-produk tersebut?”
Pengetahuan dasar tentang halal-haram menjadi sajian utama yang kemudian dibarengi dengan informasi mengenai hubungan antara Halal dan Kebaikan. Ibarat pohon, maka halal adalah akarnya, kebaikan adalah daun dan buahnya.
Halal Watch lebih dalam mengupas Halal Haram dalam pandangan fiqih dan penerapan secara teknis pada masa sekarang, bagaimana cara meneladani Rasulullah & para sahabat dalam menghadapi problematika halal haram serta cara mendapatkan pendapatan Halal.
Untuk itu, Halal Watch menghadirkan beberapa pembicara yang ahli dalam bidangnya yaitu Ustad DR. Khalid Basalamah MA (Pakar Fiqih dan Hadits), Dr. Ir. Aji Jumiono (Kepala Bidang Pelatihan LPPOM MUI), DR Erwandi Tarmizi, MA (Penulis Buku Harta Haram Muamalat Kontemporer) serta Ustad Salim A Fillah (Pengasuh Majelis jejak Nabi).
Acara inipun didukung oleh para produsen yang sudah mendapatkan Sertifikasi Halal MUI, Media Partner, dan lembaga-lembaga Halal, Pemerintah Daerah, dan DPR. [desastian]