View Full Version
Kamis, 25 Jul 2013

Kesaksian Keluarga dan Aparat Desa Nyatakan Densus 88 Salah Tangkap

TULUNGAGUNG (voa-islam.com) – Densus 88 telah salah tangkap atas dua orang bernama Supari dan Mugi Hartanto dalam penggerebegan di sebuah warung kopi di Tulungagung.

Keluarga Supari yang tinggal warga Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung meyakini bahwa Densus salah tangkap. Mereka bersumpah Supari tidak terlibat aksi terorisme dan baru mengenal dua pemuda Medan bernama  Rizal dan Dayat sejak tiga bulan terakhir.

Sri Indarti, 40 tahun, istri Supari, mengatakan suaminya sama sekali tidak tahu menahu tentang aktivitas yang dilakukan Riza dan Dayat.

"Suami saya bukan teroris. Dan saya juga tidak tahu kalau ternyata mas Dayah dan mas Rizal itu teroris. Pagi tadi bapak hanya pamit mengantar mereka ke terminal bus, karena mas Rizal ingin pindah dari Penjor, dan melanjutkan kuliah Sarjana Strata 2 di Bekasi," kata Sri Indarti saat di temui di rumahnya, Senin (22/7/2013).

Sri mengaku keluarganya memang mengenal Riza tiga bulan lalu saat pemuda tersebut mendatangi desanya dengan mengaku sebagai ustad. "Orangnya juga sopan dan terlihat alim," kata Sri.

Sebagai perangkat desa yang aktif dalam kegiatan keagamaan, Supari menyambut terbuka kedatangan Riza. Kepada Supari, Riza mengaku sebagai ustad atau dai yang melakukan syiar keliling Nusantara.

Sebagai sesama pengurus masjid, Supari tidak menaruh kecurigaan apapun dan langsung menerimanya untuk tinggal di Masjid Al Jihad yang tak jauh dari rumahnya. Di sana, Rizal lalu menempati salah satu ruangan masjid sendirian.

Tak ada yang aneh dari pembawaan Rizal sehari-hari. Selain mengajar mengaji anak-anak Desa Penjor, Rizal juga kerap memimpin salat jamaah dan memberi dakwah. Materi dakwahnya pun tidak pernah menyinggung soal radikalisme atau teroris. Karena itu pula hubungan Sapari dengan Rizal semakin dekat.

Menurut Sri, suaminya sangat terbuka dan tidak pernah mencurigai siapapun. Selain menjadi adat masyarakat pedesaan, tugas Sapari sebagai perangkat desa bidang kesejahteraan masyarakat sekaligus takmir masjid Al Jihad menjadikannya pribadi yang ramah dan terbuka. "Bapak tak pernah mencurigai siapapun," katanya.

Meski cukup akrab, Rizal tak pernah bertamu berlama-lama di rumah Sapari. Sesekali dia datang jika hendak minta tolong diantarkan ke suatu tempat. Sebagai orang baru dan tidak memiliki motor, keinginan Rizal itu selalu dipenuhi Supari.

Sri mengakui Supari tidak melaporkan keberadaan Rizal di desa mereka. Pasalnya, Supari merasa merangkap sebagai perangkat desa, sehingga dia merasa tidak perlu melaporkan keberadaan tamunya yang tinggal berbulan-bulan itu secara resmi. "Toh seluruh warga desa terutama takmir dan jamaah masjid Al Jihad sudah cukup mengenalnya," kata Sri.

Semua berubah pada Sabtu, 20 Juli 2013, ketika  seorang teman Rizal yang belakangan diketahui bernama Dayat datang ke tempat itu. Selang dua hari berikutnya, atau beberapa jam sebelum penggerebekan oleh Densus di sebuah warung kopi di Jalan Pahlawan Tulungagung, Senin 22 Juli 2013, Rizal kembali datang ke rumah Supari untuk meminta diantar ke terminal bus. Kepada Supari, Rizal mengaku akan melanjutkan kuliah ke Bekasi. Di terminal itulah, Densus menyergap Supari dan kawan-kawan barunya.

"Paginya minta diantar ke terminal, pada pagi hari sekitar pukul 07.30 WIB. Bapak hanya Ingin membantu, karena jarak Penjor ke halte bus di Tulunggung cukup jauh," ujarnya.

Pernyataan senada disampaikan Sekretaris Desa Penjor Pranoto. Dia bersaksi bahwa Supari  adalah orang yang polos dan tak pernah terlibat kegiatan aneh-aneh. Jika kemudian Supari berkenalan dengan Rizal yang disebut sebagai teroris, hal itu lebih karena ketidaktahuan Supari. "Beliau tak sengaja tersangkut," katanya. [Widad/dtk, tmp]


latestnews

View Full Version