View Full Version
Selasa, 30 Jul 2013

Muhammadiyah Tuntut Rehabilitasi Korban Salah Tangkap Densus 88

TULUNGAGUNG (voa-islam.com) - Majelis Hukum dan HAM Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur meminta Mabes Polri segera merehabilitasi nama baik dua warganya yang menjadi korban salah tangkap saat dilakukannya operasi penggerebekan terduga teroris Jaringan Poso di Tulungagung, Senin (22/7/2013).

"Itu konsekwensi logis yang menjadi tuntutan PP Muhammadiyah, karena dua pengurusnya di tingkat cabang di Tulungagung (Sapari dan Mugi Hartanto) sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dan dinyatakan terlibat dalam kasus terorisme," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Jatim, Slamet Hariyanto, Senin (29/7/2013).

Menurut Slamet, rehabilitasi nama dua pengurus Muhammadiyah itu cukup dilakukan Mabes Polri dengan memberi penjelasan resmi di media massa, mengacu pada surat pembebasan yang telah dikeluarkan.

Namun, permintaan tersebut hingga kini belum disampaikan secara resmi oleh Slamet bersama tiga advokat lain yang ditunjuk PP Muhammadiyah sebagai kuasa hukum Sapari dan Mugi Hartanto ke Polda Jatim.

Ia mengatakan langkah itu masih menunggu hasil koordinasi yang masih dilakukan antara Pengurus Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Tulungagung dengan Kapolres Tulungagung AKBP Whisnu Hermawan Februanto.

"Masalahnya keluarga Pak Sapari maupun Mugi Hartanto ini tidak membawa salinan surat pernyataan yang ditandatangani saat pemulangan keduanya, Minggu (29/7/2013) sore. Ini yang menyulitkan karena isi surat (pernyataan) tersebut sebenarnya sangat penting untuk mengetahui status mereka," sambung dia.

Hingga saat ini, Slamet mengaku belum mendapat klarifikasi dari PD Muhammadiyah Tulungagung terkait hasil koordinasi mereka dengan Kapolres Tulungagung.

"Tadi sore saya sudah kontak Ketua PDM Tulungagung, tapi katanya utusan yang diminta berkoordinasi dengan Kapolres belum melapor," ujarnya.

Slamet khawatir ketidakjelasan status Sapari dan Mugi Hartanto saat dipulangkan menjadi bumerang di belakang hari. Hal itu bisa terjadi jika ternyata status keduanya hanya diberi hak penangguhan atau semacamnya.

"Kalau memang dilepas dan dinyatakan tidak bersalah, harusnya ada keterangan tertulis resmi yang menyatakan mereka tidak terlibat kasus terorisme sebagaimana pernah diumumkan Mabes Polri saat awal-awal penangkapan," tegasnya.

Slamet mengatakan, teknis rehabilitasi nama baik kedua korban salah tangkap, sebenarnya bisa dibantu tim kuasa hukum yang ditunjuk PP Muhammadiyah seandainya salinan surat pelepasan yang ditandatangani keluarga Sapari maupun Mugi Hartanto berhasil mereka dapatkan.

Sementara itu, Sapari saat dikonfirmasi wartawan mengaku sangat senang akhirnya bisa kembali berkumpul dengan keluarga di Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo.

Namun setiap kali ditanya soal hal-ihwal keberadaan Rizal di Desa Penjor serta detik-detik pengalamannya selama ditahan Detasemen Khusus (Densus) 88, Sapari terkesan enggan menjawab.

Ia hanya bercerita seputar kronologi penggerebekan yang dialaminya hingga kedua tamunya (Rizal dan Dayah alias Kim) yang belakang disebut polisi sebagai jaringan teroris Poso, tewas ditembak dari jarak dekat di pinggir jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Senin (22/7/2013). [Widad/ant]


latestnews

View Full Version