JAKARTA (voa-islam.com) - Dalam kasus peggerebekan di Tulungagung, Mabes Polri sempat merilis kepada media yang menyatakan bahwa Mugi Hartanto dan Sapari adalah DPO teroris.
Pernyataan Humas Mabes Polri tersebut merupakan pencemaran nama baik dan pembunuhan karakter bagi korban.
"IPW berharap Kapolri dan Humas Mabes Polri berjiwa besar untuk meminta maaf kepada korban. Wilayah Polda Jatim belakangan ini banyak terjadi aksi salah tangkap. Setidaknya ada lima kasus salah tangkap yang menimbulkan kontroversi di Jatim. Kasus Tulungagung menunjukkan betapa buruknya kinerja Densus 88 dan intelijen kepolisian," ujar Neta seperti dikutip dari tribunnews, Selasa (30/7/2013).
Informasi intelijen yang tidak akurat, lanjutnya, ditelan mentah-mentah dan melakukan penangkapan dan penyiksaan secara membabi buta terhadap korban.
Kasus malpraktek yang dilakukan Polri dan Densus ini, Neta menegaskan kembali sangat menakutkan publik serta mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Belajar dari kasus ini sudah saatnya Kapolri mengevaluasi kinerja Densus 88 dan sudah saatnya kalangan DPR, Komnas HAM dan komponen-komponen masyarakat lainnya mengontrol secara ketat sikap, prilaku, dan kinerja Densus 88. Jika kontrol ketat tidak dilakukan, dipastikan Densus 88 akan semakin sewenang-wenang dan kasus salah tangkap terus terulang," pungkas Neta S Pane.
Untuk diketahui, sebelumnya Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Unggung Cahyono, menuding dua orang lainnya yang ditangkan yakni Mugi Hartanto dan Sapari terlibat karena berperan sebagai penunjuk jalan.
Sementara dalam kesempatan berbeda Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie bahwa empat orang yang disergap Densus 88 Polri di Tulungagung, Jawa Timur adalah DPO kasus CIMB Niaga Medan.
"Jadi keempat terduga teroris yang diamankan di Tulung Agung tersebut memang masuk ke dalam DPO Polri, karena terkait dengan aksi teror di Bali, Poso, Medan, dan Solo," kata Ronny di Mabes Polri, Jakarta, seperti dikutip liputan6, Selasa (23/7/2013).
Pernyataan Polri tersebut akhirnya terbukti salah lantaran kedua pria yang ditangkap hidup-hidup oleh Densus 88 itu adalah pengurus Muhammadiyah dan tidak terlibat kasus terorisme. Mereka akhirnya dibebaskan pada Ahad (28/7/2013) setelah didesak oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin. [Ahmed Widad]