Catatan Perjalanan R4Peace (Bagian VIII)
Akibat dibunuh tentara Thai yang ganas, banyak para istri yang hidup menjanda di Thailand Selatan. Kabar dari NGO kemanusiaan di Yala, ada sekitar 6.000 lebih janda di Yala, Pattani dan Narathiwat. Ada sebuah kampung janda bernama Kampung Kucing Lepas, di wilayah Narathiwat. Bagi yang peduli dengan janda-janda Pattani, bisa member bantuannya secara langsung, atau bisa melalui NGO Kemanusiaan setempat.
“Janda di Selatan Thai ramai, jumlahnya sekitar 6.000 lebih. Saat ini ada NGO khusus yang menangani para janda dan anak yatim,” jelas Nurhayatee, aktivis kemanusiaan Yala kepada tim Road For Peace (R4P)
Peran NGO salah satunya adalah mendapatkan informasi tentang siapa saja yang ditembak mati hari ini. “Kami punya relawan yang bekerja untuk turun ke kampung-kampung untuk memberi laporan. Kami bukan hanya ziarah (mengunjungi) kepada keluarga yang suaminya ditembak, atau anaknya dipenjara tentara, tapi juga berdialog dengan masyarakat. Saat ini kami punya beberapa jaringan, seperti jaringan wanita yang ditinggal mati suaminya, juga jaringan pondok (pesantren). Kami buat program buat mereka dengan memberi semangat untuk membangkitkan rasa percaya dirinya, dan melatih untuk hidup mandiri, termasuk memberi pelatihan tentang hak-hak asasi manusia.”
NGO kemanusiaan tidak banyak memberi bantuan ekonomi kepada para janda dan anak yatim, karena keterbatasan biaya. Setidaknya, tidak sampai membuat mereka lemah dalam hidupnya.
Ketika ditanya, seberapa banyak tentara Thai melakukan pelanggaran HAM? Saking banyaknya, NGO kemanusiaan di Yala, tak bisa menghitung secara persis jumlah pelanggaran HAM di Thailand Selatan. “yang jelas, banyak lah. Peran NGO adalah menciptakan perdamaian, upaya mencari keadilan dan keselamatan,” ujar Tee, aktivis kemanusiaan HAP.
Diakui Tee, bukan sesekali NGO kemanusiaan di Pattani, Yala dan Narathiwat yang mendapat ancaman dari tentara Thai. “Ancaman itu sudah hal yang biasa. NGO kemanusiaan di sini, kalau tidak diancam, ditangkap, yang paling ringan adalah difoto-foto saja kantor dan wajah kami oleh tentara.”
Saat ini, terutama sejak tahun 2006-2007, NGO kemanusiaan di Pattani dan Yala tumbuh dan berkembang. Bahkan NGO kemanusiaan pun dibentuk oleh kerajaan Thai. NGO tersebut memberi advokasi kepada tentara Thai. “Kami sering melakukan meeting dan membuat program bersama,” kata Tee yang juga seorang janda, karena suaminya syahid ditembak tentara Thai.
Sejak kebebasan berbicara mulai terbuka, rakyat Pattani tak lagi berbisik bisik ketika bicara tentang sejarah Pattani. Terlebih dengan kehadiran sejumlah NGO kemanusiaan di Pattani dan Yala, rakyat menjadi tahu hak-hak asasi mereka.
Tentara Thai sendiri membagi wilayah Pattani, Yala dan Narathiwat dengan tiga zona, yakni:Zona Merah (Red Zone), Yellow Zone, dan Green Zone. Kalau Red Zone ditandai sebagai daerah yang banyak pejuangnya. Tak heran jika wilayah berbahaya ini kerap terjadi insiden penembakan. Sedangkan Yellow Zone merupakan wilayah yang ditandai sebagai kawasan hati-hati. Adapun Green zone adalah wilayah aman. Tentara Thai kerp bilang kepada wartawan, ini wilayah Greenzone, padahal sebenarnya Red Zone.
Chooya dari NGO kemanusiaan yang sama mengatakan, tentara Thai sebetulnya juga takut dengan gerilya para pejuang di Pattani. Bahkan ia mendengar ada tentara berbintang dua dan tiga yang bunuh diri karena ketakutan. [desastian]