View Full Version
Kamis, 15 Aug 2013

Katolik NTT Protes Hukuman Mati Mantan Pastor Pembunuh Selingkuhan

MAUMERE (voa-islam.com) - Sebuah koalisi para imam, suster dan aktivis HAM di Sikka, Maumere, NTT menyampaikan surat pernyataan penolakan hukuman mati terhadap Herman Jumat Masan, terdakwa kasus pembunuhan terhadap seorang perempuan dan 2 bayi beberapa tahun lalu.

Pernyataan ini disampaikan oleh 3 wakil dari koalisi yang menyebut diri “Jaringan Peduli Perempuan dan Anak Sikka” ini, antara lain Suster Eustochia SSpS, Pastor Otto Gusti Madung SVD dan Suster Mikaelin Bupu SSpS di hadapan hakim panitera Kejaksaan Negeri Maumere, Yulius Bola, Selasa (13/8/2013).

Herman, mantan imam Keuskupan Larantuka, Flores Timur didakwa karena dalam persidangan ia terbukti melakukan pembunuhan pada 1999 terhadap seorang bayi hasil hubungan gelapnya dengan Yosefin Kredok Payong alias Merry Grace, seorang mantan suster. 

Pembunuhan oleh Herman kembali terjadi pada 2001, ketika ia membiarkan Merry Grace bersama anak kedua hasil hubungan gelap mereka meninggal di kamarnya, setelah melahirkan. Ketiga jenazah ini dikuburkan di belakang kamar Herman di kompleks Tahun Orientasi Rohani (TOR), Lela, Maumere, saat itu ia bertugas sebagai pendamping para frater TOR.

Herman meninggalkan imamat tahun 2006, dan bekerja di Kalimantan. Kasus ini terungkap ketika pada Januari 2013, polisi menggali kuburan ketiga jenazah itu, berkat pengakuan dari mantan pacar Herman, bernama Sofi, berhubung Herman pernah menceritakan peristiwa pembunuhan ini kepadanya.

Herman, mantan imam Keuskupan Larantuka, Flores Timur didakwa karena dalam persidangan ia terbukti melakukan pembunuhan pada 1999 terhadap seorang bayi hasil hubungan gelapnya dengan Yosefin Kredok Payong alias Merry Grace, seorang mantan suster.

Dalam pernyataan yang dibacakan oleh Pastor Otto, ia menentang hukuman mati terhadap Herman dengan alasan HAM.

“Setuju agar terdakwa dihukum seberat-beratnya, tetapi kami menolak hukuman mati karena tidak sesuai dengan prinsip dasar hak asasi manusia. Hukuman mati ini bertentangan dengan hak hidup setiap manusia sebagaimana terkandung dalam Pasal 6 Kovenan PBB tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hak ini juga dilindungi dalam Pasal 28A UUD 1945 serta Pasal 4 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia”.

Suster Eustochia, yang juga bekerja di Tim Relawan Kemanusiaan Flores (TRUK-F) mengatakan, “Kami tidak menghendaki agar pelaku dihukum mati. Kami tidak menghendaki adanya hukuman mati kepada siapa saja.”

Menanggapi pernyataan ini, panitera hakim, Yulianus mengatakan, berjanji  akan segera menyampaikan pernyataan sikap kami kepada hakim ketua pada hari itu juga, berhubung hakim ketua sedang sakit.

Sebenarnya, pembacaan vonis hukuman terhadap Herman dilakukan hari ini, Rabu (14/8/2013), tetapi ditunda  tanggal 19 Agustus. Hakim beralasan, “penundaan itu untuk persiapan yang lebih matang”. [Widad/uca]


latestnews

View Full Version