View Full Version
Rabu, 18 Sep 2013

Mantan Bupati Fakfak: Banyak Orang Pintar, Tapi Tak Juga Sejahtera

CIAWI-BOGOR (voa-islam.com) – Pembangunan telah berlangsung lama, dan terus berkesinambungan dalam beberapa periode. Menteri-menteri kabinet dipimpin oleh para pakar, banyak kepala daerah silih berganti memimpin daerahnya. Perubahan terjadi dimana-mana. Tapi satu hal, masalah kesenjangan dan kesejahteraan yang tidak berkeadilan masih belum terselesaikan.  

Demikian dikatakan Dr. Wahidin Puarada, tokoh masyarakat Nuu Waar yang juga mantan Bupati Fakfak, Papua barat dalam orasi ilmiah Wisuda XXVI Santri AFKN Pondok Pesantren Nuu Waar di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.

“Di tengah bangunan megah yang menjulang tinggi, kesenjangan kesejahteraan ini banyak kita jumpai di kota-kota besar, dengan masih terlihatnya rumah-rumah kumuh dan super sempit. Ada areal real estate, tapi di bawah jembatan masih kita jumpai manusia yang tidur di sana,” ujar Wahidin yang juga mantan Qori Nasional prihatin.

Bukan hanya itu, ada restoran mewah yang disesaki oleh para pengunjung yang datang dengan menggunakan mobil mewah. Ada juga warteg di pinggir jalan. Ada pejabat yang berobatnya ke Singapura, Malaysia, Amerika Serikat dan sebagainya. Banyak pula orang sakit yang berobat Poliklinik Desa dan Puskesmas atau RSUD (Rumah sakit Umum Daerah).

Pertanyaannya, mengapa kesejahteraan ini tidak berkeadilan? Menurut Wahidin Puarada, berdasarkan pengalamannya memimpin Fakfak, Papua Barat, ada beberapa penyebabnya: Pertama, Pemerintah lebih memperhatikan  factor penunjang terciptanya kesejahteraan daripada memperhatikan factor utama pembangunan menuju kesejahteraan.

Kedua, pemerintah dalam semua tingkatan tidak memberikan kewenangan kepada rakyat untuk merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, serta mempertanggungjawabkan hasil pembangunan.

Ketiga, kata sejahtera digantung pada ketinggian yang hanya bisa dicapai oleh beberapa orang, kelompok, dan sebagian kecil orang. Sulit sekali untuk dijangkau oleh rakyat banyak.

“Padahal tujuan pembangunan yang tertuang dalam UUD 1945 adalah mencapai rakyat sejahtera. Dengan demikian, rakyatlah pihak pertama yang harus melaksanakan pembangunan. Yakni, pembangunan yang bermula dari rakyat, dan rakyat harus dibangun kesejahteraannya, serta rakyat yang harus menjadi tolok ukur kesejahteraan,” ungkap Wahidin yang sukses memimpin Fakfaf menjadi sejahtera.

Tegasnya, pembangunan harus dimulai dari rakyat. Dan rakyat yang pertama kali disejahterakan. Rakyat sejahtera itu harus didefinisikan menurut rakyat itu sendiri, dimana rakyat tinggal. Rakyat diperkotaan tentu berbeda dengan rakyat di pedesaan, di pinggiran kota, di rumah-rumah kumuh.

Definisi yang berbeda tentang sejahtera ini akan menjadi ukuran dimana rakyat tinggal.Rakyat sendiri lah yang bisa menyampaikan dengan benar apa itu sejahtera. Apa alasan menyerahkan pekerjaan besar ini kepada rakyat individu-individu, kepala keluarga, RT, RW, Kecamatan atau Distrik? “Sekali lagi, karena merekalah yang paling tahu apa yang diinginkan. Jadi perlu memahami realitas sejahtera.”

Solusi Sejahtera

Salah satu kelemahan selama ini, lanjut Wahidin, adalah kekurangpercayaan pemerintah terhadap pemerintah tingkat bawahnya, baik pemerintah kabupaten dan kota. Demikian pula pemerintahan kabupaten dan kota tidak mempercayai rakyatnya. Alasannya beragam: pemerintah tingkat atas takut uang yang diberikan kepada rakyat tidak bisa dioptimalkan atau dipakai untuk mensejahterakan rakyat. Pemerintah tingkat bawah lebih takut lagi terhadap rakyatnya, karena rakyatnya belum mampu mengelola dana itu untuk kepentingan kesejahteraan.

Solusi yang ditawarkan Wahidin adalah: pertama, pemerintah melatih fasilitator yang siap diterjunkan ke masyarakat dan mendampingi masyarajat sampai mereka membuat definisi tentang sejahtera dan kekurangan mereka. Pelatihan ini dilakukan oleh seluruh kabupaten dan kota seluruh Indonesia.

Setelah pelatihan ini selesai, bisa dipastikan akan tersaji data kekurangan atau masalah dari setiap orang, kepala keluarga, desa, kampung, RT dan RW.  Sehingga pemerintah mengetahui masalah rakyatnya di wilayah kabupaten dan kota.

Langkah selanjutnya, memberikan kepercayaan kepada rakyatnya untuk membuat rencana aksi penyelesaian-penyelesaian masalahnya. Selanjutnya pemerintah kabupaten dan kota meminta rakyat di lingkungan RT, RW, Desa, dan Kecamatan untuk membuat rancangan anggaran pembangunan dan belanja desa/kampung menjadi RAPBD/RAPBK.

"Berdasarkan rancangan itu pemerintah kabupaten dan kota mencairkan uang kepada masyarakat melalui desa/kampung, kelurahan, kecamatan atau distrik. Selanjutnya rakyat itulah yang melaksanakan kegiatan mereka," tandas Wahidin memberi solusi. [desastian]

 


latestnews

View Full Version