JAKARTA (voa-islam.com) - Di sela-sela Wisuda Santri Al Fatif Kaffah Nusantara (AFKN) pimpinan Ustadz Fadzlan Garamatan, di Ciawi, Bogor Jawa Barat, terlihat ayah, ibu dan empat anak sedang duduk di sebuah teras kamar mereka. Saaat berbincang santai dengan Penias Marani dan Marice Yoweni, pasangan suami-istri asal Kabupaten Bintuni, Papua Barat, ternyata mereka adalah muallaf yang akan segera disyahadatkan.
Marice Yoweni, istri dari Penias Marani – didampingi oleh keempat putra-putrinya yang masih kecil – hidup di sebuah pulau yang terpencil, yakni kampung Yari-Yari. Kepada voa-islam, ia berbagi cerita tentang pengalaman rohaninya hingga ia menetapkan sebuah keputusan untuk memilih Islam sebagai agama yang benar.
Suatu ketika, tiga tahun yang lalu, Marice bermimpi menaiki lift gedung, entah gedung apa, hingga sampai pada lantai gedung yang paling tinggi (puncak). Dalam ketinggian itu ia melihat sebuah huruf berbahasa Arab yang tidak ia ketahui maknanya. Tiba-tiba ada suara terdengar – entah dari mana datangnya, menyerukan agar ia segera bertobat sebelum ajalnya datang. Seruan itu seperti sebuah peringatan, seolah menjadi kehidupannya yang terakhir.
Mimpi kedua, Marice bermimpi hendak memasuki gereja. Namun saat di pintu masuk ada suara – lagi-lagi entah darimana datangnya, berkata seperti ini: Janganlah kamu masuk ke dalam (maksudnya masuk gereja). Masih dalam mimpi, Marice kemudian menjauh dan melangkahkan kakinya ke rumah seorang pendeta untuk bertanya tentang suara itu, kenapa ia tidak boleh masuk ke dalam gereja. Begitu masuk ke rumah pendeta tersebut, ternyata begitu gelap. Ia seperti masuk ke dalam kuburan, dan tatkala melihat sekelilingnya seperti melihat lautan yang luas dalam keadaan gelap gulita.
Mimpi ketiga, Marice bertemu dengan ruhnya sendiri, dan dihadapannya tampak sosok seorang ustadz berpakaian putih-putih. Ustadz itu duduk di atas kursi, sedangkan ia duduk di bawah lantai. Ustadz itu berkata, segeralah bertobat sebelum ajalmu datang. Masih dalam mimpi itu, Marice mencoba merebut kitab suci (Al Qur’an) dari tangan sang ustadz itu. Dan ia berhasil meraihnya.
Setelah mimpi tiga kali berturut-turut, Marice semakin gelisah. Ia merasa aneh dengan mimpinya. Ia ingin mencari tahu, apa makna dari tabir mimpinya itu. Kebetulan, Marice memiliki om asal Buton di Bintuni yang beragama Islam. Ia pun bercerita tentang mimpinya dan bertanya tentang arti mimpinya itu. Om nya menjawab, boleh jadi itu adalah petunjuk dan hidayah dari Allah.
Diam-diam Marice mulai membaca kitab terjemahan Al Qur’an, milik omnya. Sepertinya mimpinya itu membuat iman Kristiani (protestan) nya terguncang. Dan ia pun memantapkan keputusannya untuk memeluk Islam. Kepada suaminya, ia mencerita mimpinya, dan sang suami serta keempat anak-anaknya pun akhirnya menjadi muallaf. Subhanallah.
Saat ini Ustadz Fadzlan, pimpinan Yayasan AFKN, yang selama ini dikenal dengan julukan Da’I Sabun Mandi asal Fakfak, Papua Barat, sedang mempersiapkan prosesi syahadat keluarga Penias Marani dan Marice Yoweni, serta keempat putra putrinya (Riana Marani, Paramita Marani, Nelson Marani, dan Devia Barthi Marani). Setelah bersyahadat, Ustadz Fadzlan dan para dai AFKN akan memberi bimbingan keislaman, dan memperhatikan kebutuhan ekonominya. Keempat anaknya juga akan mendapat beasiswa pendidikan di luar Nuu Waar. [desastian]