View Full Version
Kamis, 19 Sep 2013

Akuntan Indonesia: Perlukah Swastanisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji?

JAKARTA (voa-islam.com) - Hajat besar penyelenggaraan ibadah haji 1434 H telah tiba. Namun, meski sejumlah upaya perbaikan telah dilakukan, tuntutan agar Pemerintah meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan ibadah haji dan lebih transparan dalam pengelolaan dananya terus menguat. Lalu, perlukah penyelenggaraan ibadah haji diserahkan kepada pihak swasta?

Email yang diterima voa-islam, isu inilah yang akan diangkat dalam acara bincang santai “Ngopi Bareng Akuntan” edisi September di Java Bean Plaza Semanggi, Jakarta, pada hari Kamis, 19 September, mulai pukul 14.00 WIB. Kali ini akan menghadirkan sejumlah narasumber dari Kementerian Agama, Komisi Pengawas Haji Indonesia, Wakil Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), pengurus teras Ikatan Akuntan Indonesia, kalangan akuntan profesional, mahasiswa, dan rekan-rekan jurnalis.

Terkait pengalihan tugas penyelenggaraan ibadah haji, Kementerian Agama memang tengah menggodok RUU Pengelolaan Keuangan Haji bersama DPR. “Dalam RUU yang kami ajukan ke DPR itu, salah satunya akan menawarkan konsep Badan Lalayanan Umum (BLU),” kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Anggito Abimanyu.

Namun wacana pembentukan BLU itu tak sepenuhnya disambut baik semua kalangan. Selain fokusnya dikhawatirkan hanya sebatas urusan pengelolaan keuangan, kualitas pengelolaannya pun dikhawatirkan sama saja dengan yang sudah-sudah.

AMPHURI justru mengusulkan agar Pemerintah sebaiknya lebih memberdayakan peran pihak swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji. Selama ini, peran swasta memang baru sebatas urusan “Haji ONH Plus” yang jumlahnya tak sampai 10 persen dari keluruhan Jemaah haji Indonesia. “Mungkin benar, tak bisa langsung diswastakan. Tapi secara perlahan dan bertahap, sebetulnya kami siap jika Pemerintah memberi peran lebih besar,” kata Sekjen AMPHURI, Artha Hanif.

Benarkah “swastanisasi” merupakan solusi untuk meningkatkan akuntabilitas dan kualitas penyelenggaraan ibadah haji? Lalu, sejauh mana pula proses transparansi laporan keuangan dan pengelolaan dana haji sudah berjalan? Dan mengapa Biaya Penyelenggaraan Ibadan Haji dan Umrah (BPIH) di Indonesia masih tergolong tinggi?

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang merupakan organisasi profesi yang menaungi akuntan di seluruh Indonesia akan membedah lewat diskusi dengan tema “Menggugat Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Ibadah Haji”. Kamis, 19 September 2013, di Java Bean Cafe, Lantai 3 – Plaza Semanggi, Jakarta. Hadir sebagai Narasumber, yakni: Yosa Prakasa (Wakil Ketua Umum AMPHURI), Dwi Setiawan Susanto (Anggota DPN IAI), Firdaus Ilyas (Peneliti ICW),  Sriyantos (Anggota Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI).

Pekerjaan Besar Kemenag

Seperti diketahui, sejumlah pekerjaan besar tengah dihadapi Kementerian Agama terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun ini yang diwarnai pemangkasan kuota jemaah hingga 20 persen. Akibat pemangkasan kuota itu, Pemerintah harus menata ulang kuota untuk masing-masing wilayah dan waktu tunggu keberangkatan haji jadi lebih panjang, Indonesia juga berpotensi mengalami kerugian sekitar Rp817 miliar.

Masih banyak persoalan terkait pembenahan pelaksanaan rukun Islam kelima ini. Yang paling disorot publik adalah pengelolaan dan pelaporan dana haji. Maklum, jumlahnya mencapai puluhan triliun rupiah dan selama ini ditengarai pengelolaannya kurang transparan dan akuntabel.

Indikasi ke arah itu, antara lain, terlihat dari perbedaan data mengenai setoran BPIH yang dikelola Kemenag. Berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlahnya sudah mencapai Rp80 triliun dan ada bunga sebesar Rp2,3 triliun yang tak jelas pemanfaatannya.

Isu pelik lainnya menyangkut pengelolaan dana BPIH. Dana sekitar Rp58 triliun yang sudah terkumpul itu, disimpan di sukuk sebesar Rp35 triliun dan sisanya tersimpan di Bank Penerima Setoran yang sebagian besar masih merupakan bank konvensional.

Bagaimana solusi permasalahan tersebut? Apakah sudah saatnya pengelolaan haji diserahkan ke lembaga semacam BLU? Dan bagaimana pula transparansi pelaporan dana haji? Apakah ada standar dan acuanya? Ikutilah Diskusinya lebih lanjut.  [desastian]

 

 

 

 


latestnews

View Full Version