JAKARTA (voa-islam.com) – Perjuangan warga, tokoh masyarakat, dan ulama Betawi di sekitar Lenteng Agung (LA), Jakarta Selatan belum usai. Mereka akan terus melakukan aksi damai untuk mendesak Lurah Lenteng Susan Jasmin Zulkifli yang non-muslim itu segera minggat dan angkat kaki sebagai Lurah Lenteng untuk ditempatkan ke wilayah lain.
Saat ditemui voa-islam di kediaman salah seorang kiai terpandang di Lenteng Agung, KH. Solihin Ilyas (ulama Betawi), H. Naseri Nasrullah (Ketua Tim Warga LA), dan H. Yahya Hasibuan (Sekretaris) menjelaskan alasan kenapa Lurah wanita itu harus minggat alias pindah.
Dijelaskan H. Naseri Nasrullah, Awalnya yang kita koreksi adalah konsep penempatan lurah non-muslim di wilayah Lenteng Agung. Penempatan lurah itu adalah buah kebijakan dari Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (Jokowi-Ahok). Sementara itu, para tokoh masyarakat dan ulama di Lenteng Agung ada semacam kegelisahan dan keresahan, perihal Lurah yang dikirim tidak sesuai dengan mayoritas masyarakat di sini yang 99.9 persen penduduknya muslim.
“Ibaratnya, jangan warga yang ukuran bajunya L dikirim S. Memangnye, badan kite harus dikempesi dulu. Kan nggak logis, irasional. Waktu kita ke Balaikota menemui Wakil Gubernur DKI, kita hanya mendengar jawaban pahit dari Ahok, yang mengatakan, Warga Lenteng Agung hendaknya menyesuaikan diri. Bagi kami itu, itu jawaban paling pahit. Nggak enakin banget,” ujar Haji Naseri dengan logat Betawinya yang kental.
Sejak mendengar jawaban Ahok itulah, sejumlah ulama dan tokoh masyarakat membentuk wadah untuk menjembatan aspirasi warga LA yang dinamakan Tim Warga LA. Dibentuknya wadah ini agar aspirasi masyarakat tidak liar, sehingga terkoordinasi dengan baik.
“Saat itu kami berhasil mengumpulkan fotokopi KTP sebanyak 1.500 buah, dan 2.300 tanda tangan warga LA sebagai bentuk dukungan untuk menolak Lurah Lenteng yang non muslim tersebut. Kemudian, surat penolakan yang di dalamnya terhimpun fotokopi KTP dan tandatangan warga itu dikirim ke Pemprov DKI (Jokowi) pada tanggal 19 Agustus 2013, dengan tembusan ke sejumlah lembaga formal seperti: DPRD, DPD, DPR RI, dan Asisten Balaikota, dengan harapan aspirasi kami sebagai warga LA bisa diperhatikan.”
Begitu surat masuk, dua hari kemudian Ahok memberi jawaban lewat media massa. Ahok dengan saklek tidak akan mengganti atau memindahkan Lurah Susan yang non muslim keluar dari wilayah LA. Warga LA diminta Ahok agar menyesuaikan diri dengan Lurah yang ada, yakni lurah yang berdasarkan lelang dari Pemprov DKI. Tentu saja jawaban Ahok yang tegas itu membuat ulama dan tokoh masyarakat LA merasa kecewa, prihatin dan menyakitkan.
“Sebetulnya statemen Ahok sendiri menimbulkan masalah SARA. Kita awalnya tidak berniat demikian. Setelah satu bulan jawaban Ahok seperi itu, kita pun melakukan aksi damai di depan kantor Kelurahan Lenteng,” kata KH. Solihin Ilyas menambahkan.
Pernah suatu ketika, Tim Warga LA yang berjumlah 15 orang bertemu pas-pasan dengan Jokowi di Balaikota saat hendak memasuki mobil dinasnya. Saat itu tim warga LA menanyakan pada Jokowi perihal kasus LA. Jokowi dengan ringkas menjawab, saya sudah tahu, permasalahannya sedang diproses. Sepertinya Jokowi sudah mendelegasikan Ahok, sehingga keluarlah jawaban yang pahit itu.
Ke depan, seharus pengangakatan dan pemilihan Lurah dipilih langsung oleh masyarakat setempat, seperti halnya pemilihan Kepala Desa di kampung-kampung. Sekarang, lurah diangkat melalui lelang. Berbeda dengan sebelumnya, dulu Lurah diangkat dan diseleksi oleh Walikota dan Camat. Sekarang, Walikota dan Camat tidak punya peran sama sekali. Karena Lurah dipilih dan diangkat langsung oleh Gubernur-Wagub DKI Jakarta.
Banyak isu yang berkembang di media massa, bahwa Lurah Susan itu adalah seorang murtadin. Benar atau tidaknya belum dikonfirmasi. Lurah Lenteng Agung itu punya bapak padang, ibu Manado, dan suaminya Cina. Lurah Susan itu sebelumnya adalah tim sukses Ahok. Penempatan Susan sebagai Lurah LA terhitung sejak sekitar antara bulan Mei-Juni. [desastian]