JAKARTA (voa-islam.com) – Masjid Agung Al Azhar kembali menggelar Pengajian Politik Islam, Ahad (29/9) kemarin. Hadir sebagai pembicara dalam pengajian kali ini Cendekiawan Muslim Dr Fuad Amsyari dan Mantan Kepala Staf Kostrad (Kakostrad) Mayjen (Purn) Kivlan Zen.
Dr Fuad Amsyari bicara soal kekuasaan Islam yang berpusat di Demak. Ia menunjukkan keberhasilan dakwah Walisongo di Pulau Jawa karena pengaruh kekuasaan. Rakyat Jawa berbondong-bondong masuk Islam mengikuti seruan Walisongo karena dakwah yang dilakukan oleh para ulama itu didukung oleh kekuasaan Islam yang berpusat di Demak.
"Dakwah (Walisongo) efektif karena di bawah payung Demak. Mereka ada yang membiayai, tak ada yang meneror. Hebatnya Walisongo karena ada naungan politik kekuasaan Demak," kata Dr Fuad.
Sebelum kekuasaan dipegang, dakwah Islam telah berjalan selama ratusan tahun. "Politik menentukan nasib penyebaran agama Islam dan nasib umat Islam. Hanya dengan politik umat Islam akan jaya, agama Islam akan dihormati orang. Bukan dilecehkan orang," tandasnya.
Kekuasaan Politik
Menurut Fuad Amsari, kekuasaan politik berdampak besar pada perkembangan Islam. Sebelum Islam menguasai politik, perkembangannya tidak sedahsyat setelah Islam memegang kekuasaan.
“Fakta membuktikan, aktivitas dakwah yang dilakukan Rasulullah saw pada periode Mekkah. Dakwah Selama 13 tahun di Mekkah pada akhirnya hanya menghasilkan sekitar 300 orang saja. Ini terbukti saat awal hidup di Madinah dan terjadi perang Badar, jumlah kaum Muslimin yang turun berperang hanya 300 an orang saja,” anggota Dewan Pembina ICMI Pusat.
Awal perkembangan Islam yang lebih baik adalah setelah terjadi peristiwa hijrah. Di Madinah, Rasulullah saw secara formal diakui sebagai kepala negara dengan masyarakat yang plural. Selain Islam, di Madinah terdapat berbagai macam pengikut agama seperti Yahudi, Nasrani dan Majusi."Bahkan umat Islam belum mayoritas. Tapi memegang kekuatan politik yang mempunyai dampak," kata Fuad yang juga Dewan Penasehat KAHMI itu.
Piagam Madinah, lanjut Fuad, telah menetapkan bahwa Rasulullah saw adalah kepala negara. Sebabnya, kata kunci dalam perjanjian tersebut adalah pada klausul jika ada perselisihan atau berbagai persoalan di antara mereka maka penyelesaiannya diserahkan kepada Muhammad Rasulullah saw. "Fakta ini sengaja ditutupi oleh orang-orang yang tidak suka Islam dan politik," lanjutnya.
Dakwah melalui penerapan syariat Islam secara formal inilah yang kemudian membuat banyak orang tertarik masuk Islam. "Hanya 10 tahun Rasulullah jadi kepala negara di Madinah, bukan hanya ratusan, bukan hanya ribuan, tapi ratuisan ribu seluruh Jazirah Arab yang masuk Islam," jelasnya.
Itu jika ukuran keberhasilan dakwah adalah kuantitas atau jumlah. Sementara secara kualitas, kata Fuad, 13 tahun dakwah di Makkah juga tidak menghasilkan perubahan apapun pada masyarakat Makkah."Masyarakat Makkah tetap rusak, banyak perampasan, perzinahan, dan lain-lain. Mereka tetap rusak," ungkapnya.
Sementara selama berdakwah di Madinah, masyarakatnya menjadi masyarakat yang mulia, rukun, aman, adil. "Penerusnya tinggal meneruskan saja," katanya. [desastian/SI)