JAKARTA (voa-islam.com) – Bagi sebagian ulama, ilmu matematika adalah fardhu kifayah yang integral dalam ajaran Islam. Ulama terdahulu telah bergelut dengan ilmu matematika, fisika, eksakta dan humaniora. Ketika zaman keemasan Islam, telah banyak lahir ilmuwan Muslim yang juga mumpuni di bidang agama Islam. Temuan-temuan mereka menjadi inspirasi pengembangan imu pengetahuan saat ini.
Demikian dikatakan Pemimpin Majalah Gontor yang juga Sekjen MIUMI Adnin Armas dalam jumpa pers diselenggarakannya ar-Razi Competition (FRC) pada 26 ) Oktober 2013 mendatang.
“Misalnya di bidang Matematika, para pakar matematika Muslim telah memberi kontribusi nyata dalam menemukan berbagai macam teori, seperti system bilangan decimal, system operasi dalam matematia seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, eksponensial, dan penarikan akar,” kata Adnin.
Mereka, lanjut Adnin, telah menulis banyak karya yang membahas berbagai persoalan yang terkait langsung dan tidak langsung dengan matematika, sehingga kelak kita harapkan anak-anak tang dari pesantren jago dalam matematika dan dari sekolah negeri juga jago ilmu agama. “Ini harapan yang tinggi, namun harapan ini akan sulit terwujud jika tidak dimulai sekarang juga,” kata Adnin.
Langkah kami adalah menggandeng Klinik Pendidikan MIPA (KPM) dan berbagai pihak sehingga ajang ar-Razi Competition (FRC) bisa dilaksanakan setiap tahun dan menjadi wadah berhimpunnya anak-anak pintar dari berbagai penjuru di Indonesia dan luar negeri.
“Ini adalah wadah yang menghimpun anak-anak yang baik dan pintar serta peduli menjadi generasi yang bertakwa, beriman dan berakhlak mulia menguasai ilmu umum sekaligus ilmu agama sebagaimana telah terjadi dalam peradaban Islam dahulu,” tukas Adnin.
Ketika ditanya kenapa temanya membentuk generasi ulama intelek? Apakah ada ulama yang tidak intelek? Dikatakan Adnin Armas, selama ini harus diakui, masyarakat membatasi ulama adalah figur yang hanya mendalami ilmu ushul fiqih saja, atau yang berkutat dengan ilmu hadits dan sejenisnya semata. “Sementara mereka yang menekuni ilmu fisika, astronomi, matematika, dan ilmu eksakta lainnya, terkadang tidak disebut ulama. Padahal mereka ulama juga.”
Budaya ilmu itu seyogianya ditanam kepada anak-anak sejak dini. Terlebih sebuah peradaban membutuhkan waktu yang panjang. Itulah sebabnya, ilmu agama dan ilmu eksakta bukan sebatas pengetahuan, tapi juga diaplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
“Kita sangat menyesalkan jika generasi muda muslim tidak tahu sirah Nabi dan para sahabatnya, tapi kalau pemain bola dunia, bahkan jumlah transfer pemainnya ke club lain paling tahu. Ini kan aneh. Kita berharap generasi muda Islam memiliki wawasan keislaman dan ilmu pengetahuan umum, bukan hanya jago matematika, fisika, sains, tapi juga beriman dan bertakwa,” ungkap Adnin berharap. [desastian]