JAKARTA (voa-islam.com) – Semakin jelas, Indonesia hanya menjadi objek pasar bagi produk industri asing. Dikarenakan kalah bersaing, maka produk Luar Negeri lebih banyak masuk (impor) ke dalam negeri, ketimbang ekspor.
“Bayangkan, bahan pangan pun menjadi pasar. Bukan hanya kedelai, beras dan jagung yang impor, singkong atau ketela dan garam pun juga impor. Mau dibawa kemana Indonesia ini. Jika negeri ini sudah ketergantugan pangan dengan produk luar negeri, ini pertanda lampu merah. Dengan katan lain, sudah sangat memperihatinkan. Bangsa ini seperti tak punya tidak punya kedaulatan, baik politik maupun secara ekonomi.”
Ketika Amerika Serikat dan Eropa Krisis ekonomi, maka mereka semakin giat mencari pasar di Asia Pasifik. Indonesia seharusnya tak perlu mengikuti kemauan Negara imperialis seperti AS. Jika hanya mengikuti, SBY akan menanggung rugi di dunia dan akhirat. Mengikuti kemauan AS hanya membuat Indonesia tak lebih hanya menjadi jongosnya AS dan Negara asing lainnya.
Lebih baik pemerintah SBY lebih berkonsentrasi membangun kekuatan ekonomi, sumber daya manusia, mengelola sumber daya alam, sehingga terhindar dari objek eksploitasi Negara besar, seperti AS, Cina dan Rusia. Menjadi anggota APEC hanyalah kerugian.
Ismail Yusanto juga berpedapat, Cina sebagai Negara juga sebuah ancaman, baik secara ekonomi maupun militer. Hanya saja Cina masih menahan diri. Namun Jika Cina sudah memiliki kekuatan, Cina bisa menjadi Negara imperalis paling berbahaya. “Bukankah Indonesia sudah dikuasai Cina. Lihat saja, serbuan berbagai produk industri dari Cina masuk ke negeri ini dengan sangat leluasa,” kata Ismail Yusanto. [deastian]