Jakarta (voa-islam.com) Tak ada lagi yang masih bisa diharapkan di Republik ini. Karena para penegak hukum menjadi pelaku kejahatan. Mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan termasuk para pengacara. Sekarang yang paling membuat bangsa ini menjadi lebih skeptis, tertangkapnya Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) Akil Mochtar, saat menerima suap di rumahnya, di Widya Chandra.
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menangkap tangan Akil Mochtar di rumahnya di Jalan Widya Chandra III No.7, Rabu (2/10), pukul 22.00, bersama dengan anggota DPR dari Fraksi Golkar, Chairun Nisa, Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih, dan pengusaha asal Palangkaraya, Cornelis Nalau.
Akil ditangkap saat berlangsung penyerahan uang dari Chairu Nisa dan Cornelis sebanyak 284.000 dollar Singapura, dan 22.000 dollar Amerika. Uang yang diserahkan Chairun Nisa dan Cornelis kepada Akil Mochtar itu merupakan pemberian dari Hambit yang tengah berperkara dalam sengka pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK.
Setelah diperiksa secara intensif oleh tim penyidik KPK, maka Akil pada hari Kamis (3/10) pukul 17.00 ditetapkan sebagai tersangka.
"Untuk dugaan tindak pidana korupsi terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Akil Mochtar dan Chairun Nisa, ditetapkan sebagai tersangka selaku penerima", ujar Ketua KPK, Abraham Samad. Hambit Bintih dan Cornelis Nalau, juga ditetapkan sebagai tersangka.
Akil berdasarkan Pasal 12 Huruf c UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Kesatu KUHP, Pasal 6 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 Kesatu KUHP. Ancamannya hukuman seumur hidup.
Namun, mantan Ketua MK, pertama Prof. Jimly Asshiddiqie, mengatakan, meminta agar Akil Mochtar dihukum mati. "Ini orang (Akil) harus segera diberhentikan. Bentuk segera Majelis Kehormatan.Kalau sudah tertangkap tangan,kan, berarti dia terbukti menerima.Menurut saya, pantasnya orang ini dihukum mati. Walaupun undang-undang tidak mengenal hukuman mati", tegasnya.
Dengan tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar itu, berarti memang Indonesia sudah tamat. Begitu dahysatnya sogok-suap yang merupakan praktik dari orang-orang Cina, khususnya dalam melicinkan usahanya, terutama berbisnis, dan sekarang praktik sogok-suap itu, nampaknya sudah menjadi darah daging, bahkan sudah masuk ke sungsum para pejabat Indonesia.
Nampaknya, semua aktivitas sekarang ini tidak ada yang lepas dari praktik sogok-suap. Sejatinya Republik ini sudah tamat, dan tidak dapat bangkit lagi. Karena sudah menjadi sampah. Para pejabatnya tidak dapat bisa hidup, tanpa adanya sogok-suap. Mereka bekerja hanya dengan tujuan mengejar rente atau sogok-suap.
Tak aneh, kalau para pejabat Indonesia menjadi makanan empuk para tukang sogok-suap yang kebanyakan pengusaha Cina. Tak aneh kalau asset Republik ini 80 persen berada di tangan konglo Cina, karena dengan sangat mudah mereka bisa menekuk para pejabat Indonesia. Hanya dengan modal sogok-suap, tanpa mengeluarkan keringat mereka berhasil mentake-over Indonesia. Sementara itu, kaum pribumi hanya menjadi kere dan gembel.
MK merupakan lembaga yang tertinggi dalam memutuskan perkara yang keputusannya bersifat final, karena sengketa itu berkaitan dengan masalah konstitusi, termasuk masalah-masalah politik. Seperti pemilu, pemilihan presiden, pilgub, dan pilkada. Tetapi, tertangkapnya Akil Mochtar ini, pupus sudah bagi publik yang masih memiliki harapan akan adanya keadilan di Republik ini.
Bagaimana dengan hasil pemilu 2009 dan pemilihan presiden 2009, yang kasus sengketanya di putus oleh MK? Adakah keputusan atas hasil pemilu 2009 dan pemilihan presiden 2009 yang lalu itu benar?
Kalau keputusan itu meragukan, maka pantaslah kalau negeri ini terus diliputi berbagai karut-marut, karena pemerintahan yang dipimpin SBY ini, produk dari pemilu dan pemilihan presiden yang diragukan keabsahannya. af/hh.