Jakarta (voa-islam.com) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan buku baru yang menjelaskan kesesatan ajaran Syi’ah dengan judul “Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia”. Buku ini menjawab sikap “tak jelas & bimbang” yang selama ini ditunjukkan lembaga keulamaan tertinggi di Indonesia ini, karena adanya beberapa oknum yang berpaham tasyayyu’ di dalamnya. Sehingga fatwa akan sesatnya Syi'ah tak kunjung dikeluarkan.
Buku yang terbit pada September 2013 lalu disusun oleh tim penulis MUI pusat yang terdiri dari DR. (HC) KH. Ma’ruf Amin (Ketua MUI Pusat), Prof. Dr. Yunahar Ilyas (Wakil Ketua MUI Pusat), Drs. H. Ichwan Sam (Sekjend MUI Pusat) dan Dr. Amirsyah (Wakil Sekjend MUI Pusat) dengan pelaksana dari Tim Khusus Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian MUI Pusat yang terdiri dari, Prof. Dr. Utang Ranuwijaya, Dr. KH. Cholil Nafis, Fahmi Salim, MA., Drs. Muh. Ziyad, MA., M. Buchori Muslim, Ridha Basalamah, Prof. Dr. H Hasanuddin AF, Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh, MA., Dr. H. Maulana Hasanuddin dan Drs. H. Muh. Faiz, MA.
Meskipun belum berupa fatwa, namun buku ini merupakan keterangan resmi dari MUI Pusat mengenai kesesatan ajaran Syiah sebagaimana dijelaskan oleh Tim Penulis dalam kata pengantar, “Buku saku ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman umat Islam Indonesia dalam mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syi’ah, sebagaimana yang terjadi di Indonesia, sebagai ‘Bayan’ resmi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tujuan agar umat Islam tidak terpengaruh oleh faham Syi’ah dan dapat terhindar dari bahaya yang akan mengganggu stabilitas dan keutuhan NKRI.” (hlm. 7-8)
Isi dan tujuan buku ini dijelaskan oleh Tim Penulis dalam pendahuluan yang terletak pada halaman 12-16, seperti dilansir laman resmi LPPI Makassar, Rabu (23/10)
“Atas dasar tugas dan tanggung jawab luhur dalam membina dan menjaga umat pada berbagai aspeknya, dan sebagai bentuk tanggungjawab kehadapan Allah SWT dalam meluruskan aqidah dan syari’ah umat, MUI memberikan panduan kepada umat, dengan berbagai cara, antara lain dengan mengeluarkan fatwa, memberi taushiyyah, atau membuat buku panduan –seperti buku panduan tentang Syiah ini- setelah dilakukan penelitian dan pengkajian secara mendalam.
Buku panduan ini sebagian merupakan penjelasan teknis dan rinci dari remokendasi Rapat Kerja Nasional MUI pada Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 bahwa Faham Syiah mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan umat Islam harus meningkatkan kewaspadaan terhadap masuknya faham ini, juga fatwa MUI 22 Jumadil Akhir 1418H./25 Oktorber 1997 tentang Nikah Mut’ah. Dalam konsiderannya, Fatwa ini menyatakan bahwa mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tidak mengakui dan menolak paham Syiah secara umum dan nikah mut’ah secara khusus.
Dalam buku panduan ini secara garis besar memuat tentang sejarah Syiah, penyimpangan Syiah, pergerakan dan metode penyebaran Syiah di Indonesia, dan sikap MUI terhadap Syiah.
Hadirnya buku panduan ini merupakan wujud dari tanggung jawab dan sikap tegas MUI itu, dengan harapan umat Islam Indonesia mengenal Syiah dengan benar dan kemudian mewaspadai serta menjauhi dakwah mereka, karena dalam pandangan MUI faham Syiah itu menyimpang dari ajaran Islam, dan dapat menyesatkan umat.” (hlm. 13-15)
Karena itu, dengan hadirnya buku ini diharapkan masyarakat tidak lagi dibuat bingung oleh ulah beberapa oknum yang mengatasnamakan MUI untuk mengatakan Syiah tidak sesat, seperti yang pernah termuat dalam Harian Fajar Makassar yang menyebutkan, MUI: Syiah Sah Sebagai Mazhab Islam. Juga, beberapa sikap tokoh yang menyederhanakan persoalan Sunni-Syiah, seperti Syafi’i Ma’arif, Din Syamsuddin, Aqil Siradj dan lain-lain. (PurWD/voa-islam.com/ /lppimakassar.com)