JAKARTA (voa-islam.com) Banyaknya kasus korupsi yang tak kunjung selesai di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditipikor) Mabes Polri, membuat Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol Sutarman mendapat sorotan.
Yang menariknya lagi hampir semuanya adalah sahabat-sahabat terdekat istana
Sorotan tersebut tak lebih, karena saat ini Sutarman telah menjadi pengganti Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Timur Pradopo.
25 kasus korupsi itu antara lain:
1. Kasus PT Jamsostek (2002).
Kerugian mencapai Rp 45 miliar. Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Jamsostek Akmal Husein dan mantan Dirut Keuangan Horas Simatupang telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun proses hukum selanjutnya tidak jelas.
2. Proyek fiktif dan manipulasi data di PT Darma Niaga (2003).
Kerugian mencapai Rp 70 miliar. Polisi telah tetapkan sebagai tersangka Winarto (Direktur Utama), Wahyu Sarjono (Direktur Keuangan), dan Sudadi Martodirekso (Direktur Agrobisnis). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
3. Penyalahgunaan rekening 502 (2003).
Kerugian mencapai Rp 20,98 miliar. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Miranda Gultom, pernah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Telah ditetapkan sebagai tersangka mantan Gubernur BI Syahril Sabirin, mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Putu Gede Ary Suta, mantan Ketua BPPN Cacuk Sudaryanto dan Kepala Divisi Bill of Lading (B/L) Totok Budiarso. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
4. Karaha Bodas Company (2004).
Kerugian mencapai Rp 50 miliar. Jumlah tersangka ada 20 orang dari pejabat Panas Bumi Pertamina dan pihak swasta. Beberapa di antaranya Robert D Mac Chunchen, Suprianto Kepala (Divisi Geotermal Pertamina), Syafei Sulaeman (staf Divisi Geotermal Pertamina). Hanya dua yang
telah dilimpahkan ke pengadilan. Selebihnya proses hukum selanjutnya tidak jelas.
5. Kepemilikan rumah mantan Jaksa Agung, MA Rachman (2004).
Rumah senilai 800 juta belum dilaporkan ke Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Beberapa orang dipanggil sebagai saksi. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
6. Pengadaaan genset di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Tahun 2004.
Kerugian mencapai Rp 40 miliar. Mabes telah tetapkan Wiliam Taylor dan Abdullah Puteh sebagai tersangka. Hanya Wiliam yang dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan Abdullah Puteh, proses hukum selanjutnya tidak jelas. Puteh hanya dijerat dalam kasus korupsi pengadaan Heli dan divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
7. Penyewaan alat bongkar muat kontainer di PT Jakarta International Container Terminal 2005).
Kerugian mencapai Rp 83,7 miliar. Direktur PT Jakarta International Container Terminal Wibowo S Wirjawan telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
8. Proyek peningkatan akademik di Departemen Pendidikan Nasional (2005).
Kerugian mencapai Rp 6 miliar. Ditetapkan tiga tersangka utama adalah Dedi Abdul Halim, Pimpinan Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akademis di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, dan dua stafnya, yakni Elan Suherlan dan Helmin Untung Rintinton. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
9. Proyek pengadaan jaringan radio komunikasi dan alat komunikasi Mabes Polri (2005).
Kerugian ditaksir mencapai Rp 240 miliar. Mabes telah memeriksa mantan Kepala Divisi Telematika Mabes Polri Irjen Pol Saleh Saaf. Mabes juga telah ditetapkan Henri Siahaan sebagai tersangka dan sempat ditahan. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
10. Penyaluran dana fiktif di Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) 2005.
Kerugian ditaksir mencapai Rp 2,3 miliar. Tiga orang Direksi Peruri telah ditetapkan sebagai tersangka (M. Koesnan Martono yang menjabat sebagai Direktur Utama, Direktur Logistik Marlan Arif, dan Direktur Pemasaran Suparman). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
11. Dana vaksinasi dan asuransi perjalanan jamaah haji periode 2002-2005.
Kerugian ditaksir mencapai Rp 12 miliar. Penyidik telah memeriksa 15 orang saksi. Namun proses hukum selanjutnya tidak jelas.
12. Proyek renovasi Hotel Patra Jasa di Bali (2006).
Kerugian ditaksir mencapai Rp 69 miliar. Polda Metro Jaya menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi Patra Jasa. Selain menetapkan mantan Direktur Utama, Sri Meitono Purbowo atau Tony Purbowo, enam direksi lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Namun proses hukum selanjutnya tidak jelas.
13. Wesel Ekspor Berjangka (WEB) Unibank (2006).
Kerugian ditaksir mencapai US$ 230 juta. Diduga melibatkan Komisaris PT Raja Garuda Mas, ST, Proses dilakukan oleh tim gabungan Mabes Polri dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
14. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar, Bekasi, (2006).
Kerugian senilai Rp 590 miliar. Mantan Dirut PT PLN Eddie Widiono telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum selanjutnya tidak jelas. Eddi Widiono juga dijerat dalam kasus korupsi proyek PLTU Borang, namun kasusnya dihentikan oleh Kejaksaan.
15. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana, Lampung (2008).
Mabes telah tetapkan sebagai tersangka pemilik BPR. Sugiarto Wiharjo alias Alay, Laila Fang (sekretaris pribadi Alay), Yanto Yunus (Kabag Perkreditan BPR Tripanca), Pudijono (Direktur Utama BPR), Indra Prasetya dan Fredi Chandra (staf analisis kredit BPR), Nini Maria (Kasi Administrasi BPR), dan Tri hartono (Bagian Legal BPR). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
16. Dana Tak Tersangka (DTT) di Provinsi Maluku Utara (2008)
Kerugian senilai Rp 6,9 miliar. Diduga melibatkan sejumlah pejabat dan mantan gubernur di lingkup pemerintah provinsi Maluku Utara (Malut). Sebelumnya ditangani Polda Malut dan telah menetapkan dua tersangka yakni bendahara di Pemprov Malut bernisial RZ dan Karo Keuangan Pemprov Malut berinisial JN. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.
17. Pengadaan jasa konsultan di BPIH Migas (2009).
Dugaan korupsi pengadaan jasa konsultan di BPIH Migas dengan anggaran sebesar Rp 126 miliar untuk tahun anggaran 2008 dan Rp 82 miliar untuk tahun anggaran 2009, yang diduga dilakukan oleh pejabat dilingkungan BPH Migas.
18. Pengelolaan dana PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Dugaan korupsi di BPH Dirjen Postel Kementerian Kominfo atas pengelolaan dana PNBP sebesar Rp 2,4 triliun yang didepositokan pada Bank BRI dan Bank Bukopin yang seharusnya digunakan untuk proyek infrastruktur (Uso) namun justru didepositokan sedangkan proyek diserahkan kepada pihak ketiga (Telkomsel) dengan membayar sewa layanan multimedia.
19. Makelar sejumlah proyek di PT Telkom dan anak perusahaan Telkomsel (2009).
Dugaan korupsi makelar sejumlah proyek di PT Telkom dan anak perusahaan Telkom yaitu PT Telkomsel (sedikitnya 30 proyek) yang bernilai triliunan rupiah sejak tahun 2006-2009 yang mana pekerjaan tersebut banyak tidak diselesaikan tetapi tetap dibayar lunas oleh direksi PT Telkom maupun Telkomsel karena sarat dengan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
20. Pembelian saham perusahaan PT Elnusa di PT infomedia (2009)
Kerugian senilai Rp 300 miliar. Dugaan korupsi atas pembelian saham perusahaan PT Elnusa di PT infomedia yang dimark-up dan diduga dilakukan oleh pejabat di lingkungan PT Telkom sebesar Rp 590 miliar.
21. Dugaan kasus korupsi alat kesehatan atau pengadaan barang di Kemenkes dan Kemendikbud tahun 2009 dan 2010.
Kasus ini dilaporkan ke Polri dan KPK. Kabareskrim Ito Sumardi mendatangi KPK dan meminta agar kasus Alkes ditangani Polri.
Sejak awal 2011, kasus ini belum bergerak. Kerugian negara masih dihitung BPKP. Dalam proyek 2009 PT Duta Graha Indah menanamkan modal Rp 169 miliar dan 2010 sebanyak Rp 245 miliar. Dalam kasus ini Nasarudin sebagai pemilik disebut-sebut terlibat dalam pengadaan alkes untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar).
22. Kasus Rekening Gayus Tambunan (2010).
Mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji menyebutkan, rekening Gayus Tambunan, tersangka kasus pajak telah dicairkan dua jenderal polisi. Gayus disebutkan mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai Rp 60 miliar dan perhiasan senilai Rp 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya.
Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Sebanyak 12 pegawai Dirjen Pajak termasuk seorang direktur, yaitu Bambang Heru Ismiarso dicopot dari jabatannya dan diperiksa. Lalu dua petinggi Kepolisian, Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Radja Erizman dicopot dari jabatanya dan diperiksa.
Istri Hayus, Milana Anggraeni diduga ikut menerima aliran dana dari rekening Gayus Tambunan sebesar Rp 3,6 miliar. Diketahui ada transfer dana ke rekening Milana dalam lima kali transfer, antara 4 Desember 2009 hingga 11 Januari 2010. Hingga kini kasusnya masih mengambang, Gayus sudah diadili tapi jenderal polisi yang disebut-sebut Susno menerima aliran dana Gayus tidak diproses.
23. Kasus korupsi Pelat Nomor Kendaraan Bermotor (2012).
Pada 12 November 2012, KPK menerima tembusan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan korupsi Pelat Nomor Kendaraan Bermotor (PNKB). Sebab itu KPK tidak akan mengusut indikasi tindak pidana korupsi di Korps Lalu Lintas Polri itu.
Hal tersebut dikarenakan Polri sudah lebih dulu memulai penyidikan kasus tersebut. Padahal, KPK sempat menelaah laporan mengenai proyek plat mobil yang masuk ke direktorat pengaduan masyarakat (Dumas) tersebut.
SPDP itu sendiri sudah diserahkan Bareskrim Polri kepada Kejaksaan Agung sejak Oktober 2012 lalu. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto pernah mengakui bahwa pihaknya sudah menerima SPDP tersebut. Namun hingga kini kasus PNKB itu mangkrak di Bareskrim Polri.
24. Kasus korupsi serifikat tanah Depo BBM Pertamina (Oktober 2012).
Kasus dugaan korupsi, penipuan dan penggelapan sertifikat tanah lokasi proyek Depo BBM Pertamina di Balaraja Tangerang, Banten mandek. Setelah tiga tahun kasus ini masuk ke ranah hukum dan ditangani kepolisian hingga kini masih belum jelas penyelesaiannya.
Sertifikat tanah Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 031 yang menunjukkan bukti kepemilikan tanah lokasi proyek Depo BBM Pertaminadi Balaraja seluas 20 hektare dilaporkan hilang oleh PT Jakarta Depot Satelit (JDS), calon kontraktor pembangunan depot BBM tersebut.
25. Kasus Aipda Labora Sitorus (2013).
Pada 20 Mei 2013, Kabareskrim Komjen Pol Sutarman pernah menegaskan, siapa saja yang menerima aliran dana dari Aipda Labora Sitorus (bintara polisi di Papua pemilik aliran dana Rp 1,5 triliun) bisa dipidana.
Ternyata, hingga saat ini kasus tersebut tidak dituntaskan. Padahal, sedikitnya ada 33 pejabat Polri penerima dana Labora. Data yang diperoleh IPW dari Januari 2012 hingga Maret 2013, Aiptu Labora Sitorus memberi setoran kepada 33 pejabat Polri, mulai dari kapospol, kapolsek, kasat, kapolres, propam, direktur, ajudan kapolda, Kapolda Papua sampai kepada pejabat di Mabes Polri. Total uang Labora yang mengalir ke para pejabat Polri selama 15 bulan itu mencapai Rp 10.950.450.000. Aliran dana tersebut diberikan dengan dua cara, melalui tunai dan transfer. ([io.c/abdullah/voa-islam]