Jakarta (voa-islam.com) Dalam era globalisasi ini, arus informasi sangat deras dan kita harus pandai memilih informasi yang masuk lalu kita adu dengan data yang lebih valid. Belum reda aksi penyadapan pejabat negara, kini berhembus lagi angin topan pada keluarga SBY. Apakah itu?
Sebuah tulisan atas nama Soe Tjen Marching yang berprofesi sebagai penulis buku, akademisi, dan aktivis peraih gelar Ph.D dari Monash University dan dosen di Eropa, yang ditujukan kepada Presiden SBY lewat akun twitter @SBYudhoyono. Tulisan itu menyerang mertua Presiden SBY, Sarwo Edhie Wibowo yang diduga mendalangi pembunuhan ratusan ribu pendukung Soekarno antara tahun 1965-1967.
Berikut isi dari tulisan Soe yang tengah berada di London, Inggris
Presiden @SBYudhoyono; Sarwo Edhie Bukan Pahlawan!
By Soe Tjen Marching
London
Pada tahun 1965-1967, berjuta orang yang dianggap komunis dibunuh, dipenjara dan disiksa tanpa pengadilan. Setelah bebas dari penjara, para tapol dan keluarganya masih harus menghadapi berbagai stigma pada pemerintahan Suharto.
Sekarang pun, mereka masih mengalami stigma, hidup dalam ketakutan, dan arisan mereka pada 27/10/2013 di Yogya diserang oleh FAKI (Forum Anti-Komunis Indonesia). Komnas HAM telah menuntut SBY untuk meminta maaf, disusul dengan rehabilitasi dan perbaikan nasib para korban 1965. Tapi, inikah jawaban SBY? Membuat Sarwo Edhie sebagai pahlawan nasional?
Sarwo Edhie adalah komandan RPKAD dari 1965-67. Beberapa laporan telah menjabarkan bahwa Sarwo Edhie telah mendalangi pembunuhan ratusan ribu pendukung Sukarno, yang dianggap sebagai simpatisan komunis.
Seperti yang dinyatakan oleh Joshua Oppenheimer dalam press release-nya: "Sarwo Edhie Wibowo adalah salah satu arsitek kejahatan ini. Menetapkannya sebagai pahlawan nasional adalah sebuah pernyataan kepada dunia bahwa Indonesia akan terus menjadi negeri tempat bercokolnya ketakutan, korupsi dan kekerasan."
Menobatkan dia sebagai pahlawan nasional akan menambah tumpukan ketidakadilan terhadap korban ’65 dan keluarga mereka.
(Sumber: Douglas Kammen and Katharine McGregor, The Contours of Mass Violence in Indonesia, 1965-68. Singapore: NUS Press, 2012; John Roosa. Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup D'etat in Indonesia. University of Wisonsin, 2006.).