JAKARTA (voa-islam.com) Ratusan massa Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengeruduk Kedutaan Besar (Kedubes) Australia yang dulu pernah di bom pada 9 September 2004 lalu Rois dan Heri Golun.
Kedubes yang berlokasi di Jalan HR Rasuna Sahid, Kuningan, Jakarta Selatan ini di demo dalam aksi massa yang mencoba mendekati pagar kedutaan dan menuntut permintaan maaf terbuka dari Australia dalam kasus penyadapan kepada pemerintah Indonesia.
Jika dahulu bom mobil box, kini dalam aksinya, massa FPI melamparkan 'bom' dari tomat dan telur busuk ke Gedung Kedubes Australia. Dalam aksinya, massa FPI juga membakar bendera Australia di depan gerbang masuk kedubes. Tak hanya itu aksi di warnai dengan orasi yang menyatakan FPI akan melakukan aksi sweeping ke warga Australia yang ada di Indonesia.
Massa mengaku bertindak seperti ini karena melihat sikap pemerintah Australia yang tidak bersedia meminta maaf. "Kami harus usir Dubes Australia dan seluruh jajarannya," ujar Awit.
Koordinator aksi ini, Awit yang juga menjadi salah seorang orator mengatakan bahwa FPI adalah ormas Islam yang cinta tanah air.
Pernyataan Hizbut Tahrir Indonesia Tentang
“PENYADAPAN PEJABAT INDONESIA OLEH AUSTRALIA”
Sebagaimana diungkap harian Inggris The Guardian dan harian Australia The Sydney Morning Herald (18/11), ternyata presiden SBY telah lama yang menjadi target penyadapan Badan Intelijen Australia (DSD). Bukan hanya SBY, tapi juga Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wapres, Menko Perekonomian, Dubes RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal, mantan Menkeu RI yang kini menjabat Direktur Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati, dan mantan Menpora Andi Mallarangeng turut disadap. Penyadapan itu dilakukan terhadap ponsel Nokia E-90-1 yang digunakan Presiden SBY dan Ani Yudhoyono, serta BlackBerry Bold 9000 yang dipakai Wakil Presiden Boediono.
Penyadapan seperti itu jelas sebuah pengkhianatan dan tindakan yang tidak dapat diterima. Apalagi Australia sebelumnya juga telah terlibat dalam invasi terhadap Afghanistan dan Irak yang dilakukan oleh AS dan sekutunya. Sementara atas tindakan itu, pemerintah Australia melalui PM Tony Abbot menolak untuk mengakui kesaalahan dan meminta maaf.
Berdasar fakta tersebut, sesungguhnya sudah cukup untuk menjadi dasar bagi pemerintah Indonesia menutup Kedubes Australia di Jakarta serta melarang pembangunan gedung baru yang rencananya akan segera dilakukan. Rencana pemerintah Indonesia yang hanya akan menghentikan sementara semua kerjasama di berbagai bidang dengan Australia, termasuk memanggil Dubes Indonesia di Canberra tidaklah cukup. Dalam pandangan Islam penutupan Kedubes Australia wajib dilakukan karena negara ini termasuk negara muhariban fi’lan, yakni negara yang secara langsung turut memerangi dan membunuh umat Islam di berbagai kawasan dunia, khususnya di Afghanistan dan Irak.Terhadap negara semacam ini, tidak boleh ada hubungan diplomatik dalam bentuk apapun sampai negara ini benar-benar menghentikan semua tindakan permusuhan itu.
Berkenaan dengan itu, Hizbut Tahrir Indonesia bersama Ormas-Ormas Islam menyatakan:
Hasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal mawla wa ni’man nashiir.
[hti/vv/abdulah/voa-islam.com]