Jakarta (voa-islam.com) Dalam acara pertemuan di kantor Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Dr.AM.Saefuddin, mantan Menteri Pertanian di zaman Presiden BJ.Habibi, mengatakan Indonesia, pernah mengalami tiga kali periode “hijrah”, sejak sesudah merdeka.
Tetapi, periode “hijrah”, bukan seperti dalam sejarah Islam, di mana Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, hijrah dari Makkah ke Madinah, dan tegaknya tatanan sistem Islam, dan dipimpn langsung oleh Rasulullah shallahu alaihi wassalam, kem udian entitas Mukminin mencapai kemenangan dan tumbuhnya peradan Islam yang agung.
Tentu, pernyataan Dr.AM.Saefuddin yang menjadi Ketua Dewan Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), “hijrah” yang dimaksudkan itu, dari satu periode pemimpin ke ke periode pemimpin berikutnya, bangsa dan negara Indonesia semakin rusak dan hancur.
Dr. AM. Saefuddin dengan nada yang lucu dan sinis, menggambarkan periode “hijrah” pertama, sesudah Indonesia merdeka dipimpin oleh Presiden Soekarno. Di zaman Soekarno ini, menurut AM.Saefuddin, lahir apa yang disebut dengan “Demokrasi Terpimpin”. Kekuasaan Soekarno menjadi absolut. Soekarno menjadi tiran dan diktator, termasuk melakukan pemberangusan terhadap lawan-lawan politik dari Partai Masyumi, dipenjarakan, dan Partai Masyumi dibubarkan oleh Soekarno, di tahun l960.
Puncaknya, kekuasaan Soekarno, di mana MPRS, yang dipimpin Jendral Abdul Haris Nasution, mengeluarkan keputusan, dan mengangkat Soekarno menjadi presiden seumur. Dengan keputusan itu, kekuasaan bukan hanya absolut, tetapi Soekarno menjadi “abadi”, karena suda ditahbiskan oleh MPRS, sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai presiden seumur hidup. Semua itu, hanyalah rekayasa Soekarno yang sudah megalomania terhadap kekuasaan.
Soekarno menjadikan PKI (Partai Komunis Indonesia) menjadi anak emasnya, dan berhasil mempenetrasi pusat kekuasaan, dan t ermasuk militer, kemudian PKI melakukan kudeta, di tahun l965. Prahara ini menimbulkan banyak korban. Ratusan ribu anggota, kader, dan pimpinan PKI, dibunuh. Pembasmian terhadap PKI ini, benar-benar menjadi sebuah episode yang sangat kelam bagi pemerintah Soekarno.
Tahapan periode “hijrah” kedua, menurut AM. Saefuddin, yang pernah menjadi Rektor Universias Ibnu Khaldun Bogor itu, peralihan dari Soekarno ke rezim Orde Baru,dipimpin Jendral Soeharto, dan di era Soeharto ini, sangat terkenal dengan, “Demokrasi Pancasila”.
Soeharto menjadikan Pancasila sebagai “way of life” (aturan dan sistem hidup). Bahkan, periode Soeharto ini, penggiringan dan penyeragaman ideoloogi terhadap secara massal, dan Indonesia mirip negara komunis. Tidak boleh ada ideologi lain, di beri hak hidup, kecuali ideologi negara Pancasila. Semua organisai massa (Ormas), partai politik, dan lembaga masyarakat, diwajibkan menggunakan asas Pancasila. Mereka yang menentang terhadap a sas Pancasila, baik perorangan atau kelompok, dianggap melawan negara dan dipenjarakan.
Soeharto berkuasa lebih tiga puluh tahun. Lima kali pemilihan umum. Kekuasaan tak terbatas dan absolut. Partai politik dan lembaga negara, hanyalah seperti “bunga” di atalese, sekadar sebagai penghias, tetapi tidak memiliki fungsi apapun. Partai politik (Golkar), birokrasi, dan militer, mereka hanyalah alat kekuasaan Soeharto.
Setiap lima tahun sekalli berlangsung pemilu, tetapi selalu yang menang mutlak adalah Partai Golkar, yang menjadi mesin politik Soeharto. Kemudian Soeharto membentuk MPR yang jumlahnya 1.000 orang, kemudian 1.000 orang anggota MPR itu, memilih Soeharto. Setiap lima tahun ritme politik seperti itu berlangsung. Satu orang memilih 1.000 orang, dan 1.000 orang memilih satu orang, yaitu Soeharto, sebagai presiden.
Kekuasaan Soeharto sudah benar-benar asbsolut. Soeharto seperti despostis (raja) dengan kekuasaan yang tidak terbatas, dan tidak memberikan hak berekspresi arau kebebasan bagi rakyatnya. Semua dibungkam. Mereka yang menantang Soeharto dihabisi. Tentu, golongan yang paling di zalimi Soeharto adalah umat Islam.
Ketika rezim Orde Baru tamat, dan l ahir Orde Reformasi, Indonesia benar-b enar memasuki periode yang sangat ekstrim. Di mana kebebasan sudah tidak ada lagi, tata-tertibnya. Setiap orang dapat mengekspresikan kehendaknya dengan bebas. Lahirlah kebebasan di Indonesia.
Justru di Orde Reformasi, kecenderungan kerusakan dan kehancuran semakin nampak nyata di dalam kehidupan bangsa Indonesia. Setiap orang bebas berkehendak dan menyatakan pendapatnya, dan mungkin Indonesia memasuki sebuah era kebebasan yang melebihi di negara-negara Barat yang menjadi induki demokrasia.
Sejak zaman BJ.Habibi, Abdurrahman Wahid, Mega, dan SBY, kehidupan rakyat semakin mengarah kehidupan yang serba bebas, ujar AM.Saefuddin. Menurut diperiode ketiga “hijrah” ini, dijuluki sebagai “Demokrasi Uang”. Karena, segala serba uang. “Much money is good boy, but no money is good bey”, ujar AM.Saefuddin.
Tokoh Islam yang terkenal, dan berpendidikan di Jerman ini, mengatakan, Pancasila, yang menjadi “sila” pertama bukan “ketuhanan yang maha esa”, tetapi kata AM.Saefuddin, “sila” pertama, adalah “keuangan” yang maha kuasa. Jadi “everything is money”, tambah AM. Saefuddin.
Pemilihan lurah, harus pakai uang, pemilihan walikota, harus pakai uang, pemilihan bupati harus pakai uang, penilihan gubernur, harus pakai uang, pemilihan anggota legislatif, harus pakai uang, pemilihan presiden, harus pakai uang, ingin mendapatkan proyek harus nyogok dengan uang, ingin naik pangkat jabatan, harus pakai uang, ingiin masuk menjadi pegawai, harus nyogok pakai uang.
Indonesia yang menganut sistem demokrasi itu, menurut AM. Saefuddin, bukanlah “suara rakyat itu suara tuhan”, tetapi sekarang “uang” yang sudah menjadi tuhan. Uang menentukan segalanya. Tak ada yang tanpa uang. Kehidpan bangsa Indonesia yang sudah materialistis dan hedonis, sekarang menjadikan uang sebagai sesembahan tuhan mereka.
Tidak aneh kalau semua pemimpin partai politik sekarang ini, terjerat korupsi dan masuk penjara. Karena mereka sudah menjadi uang sebagai “tuhan” mereka. Uang sudah menjadi “ilah” mereka. Bukan yang disembah setiap hari itu, Allah Rabbul Alamin, tetapi yang mereka sembah setiaip hari itu, tak lain adalah tuhan “uang”. Sekalipun, mereka rajin shalat setiap hari, lima kali menjalankan ibadah shalat. Tetapi, tidak mempunyai arti yang penting dalam kehidupan mereka, karena yang menjadi “tuhan” mereka adalah uang.
Mereka tidak pernah lagi memikirkan antara halal dan haram. Bahkan, menurut AM. Saefuddin, demi mendapatkan uang itu, hatta menggigit “ekor anjing” pun akan mereka lakukan. Begitulah gambaran pemimpn dan tokoh Indonesia. Tak aneh kalau mereka menjadi alat kepentingan asing, dan Barat yang sekarang sudah mengambil alih kekayaan, dan asset bangsa Indonesia, karena memang yang menjadi “tuhan” mereka adalah uang.
AM. Saefuddin, memberikan informasi yang sangat mengejutkan, bahwa Zionis-Israel, melakukan operasi intelijen di Indonesia, bertujuan memecah-belah negeri ini menjadi negara-negara kecil. “Ketua Dewan Dakwah Islamiyah”, memiliki dokumen yang menyebutkan adanya operasi Zionis-Israel, melakukan operasi di Indonesia, dan ingin menjadikan Indonesia bangsa Muslim yang lemah, dan menjadi negara-negara kecil, dan mudah dikendalikan oleh Zionis—Israel. *mashadi.