Jakarta (voa-islam.com) Lembaga yang menjadi “think-thank” Orde Baru itu, terus berusaha memposisikan Jokowi menjadi pemimpin masa depan Indonesia. Jokowi dikampanyekan melalui berbagai gerakan yang menggunakan media sosial, dan media massa yang luas.
CSIS yang didirikan oleh Mayjen Ali Murtopo dan Mayjen Sudjono Humardani, dan didukung sejumlah cendikiawan Katolik keturunan Cina, seperti Hary Tjan Silalahi, Liem Bian Koen, Liem Bian Kie, Mari Pangestu, termasuk Father Beek, dan sepanjang Orde Baru menjadi “back bone” nya Soeharto.
CSIS digunakan oleh rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto, dan melalui CSIS inilah diproduk kebijakan-kebijakan Orde Baru yang notabene anti Islam. Termasuk keinginan memasukkan ajaran “Kejawen” ke dalam kehidupan kenagaraan, melalui undang-undang. Tujuannya ingin menggembosi umat Islam.
Faktanya, Orde Baru merupakan kuasi (campuran) antara kekuatan kelompok jendral “abangan” yang menganut kejawen, nasionalis, sekuler, dan kelompok minoritas (kristen dan katolik). Tak aneh mereka sangat anti terhadap Islam.
Sekarang CSIS bermetamorpose menjadi kekuatan “think-thank” baru yang ingin mempromosikan “boneka” Jokowi, dan mereka hanya yakin dengan Jokowilah misi mereka akan terwujud, yaitu mengambil alih Republik Indonesia. Kekuatan dibelakang Jokowi, tak lain kelompok konglomerat hitam (cina) yang pernah “ngemplang” BLBI, Rp 650 triliun, dan diampuni oleh Mega, saaat berulang tahun di Bali, 2002
Sekarang CSIS (Centre for Stategis and International Studies) menyelengngarakan survei dan menempatkan Jokowi seakan menjadi pilihan utama rakyat Indnesia. Survei ini diselenggarakan oleh CSIS pada November 2013.
Hasil survei CSIS, sengaja menyebutkan, "Sebanyak 34,7 secara nasional memilih Jokowi. Ini tanda-tanda berakhirnya Oligarki Elit Partai", ujar Kepala Departemen Politik dan Hubungan International CSIS Phillips J. Vermonte Philip di Jakarta, Ahad, 1 Desember 2013.
Menurut CSIS, lembaga ini melakukan survei dengan metode wawancara langsung tatap muka di 33 provinsi pada 13 November hingga 20 November, dengan 1.180 responden dengan margin error 2,85 persen.
Berdasarkan hasil survei itu, tokoh selain Jokowi tak diminati rakyat, dan mendapatkan dukungan kecil, seperti Prabowo Subianto sebanyak 10,7 persen, Aburizal Bakrie (9 persen), Wiranto (4,6 persen), Jusuf Kalla (3,7 persen), Megawati (3,3 persen), Mahfud MD (1,8 persen), dan Hatta Rajasa (0,6 persen). Sebanyak 22,8 persen responden menyatakan belum mempunyai pilihan presiden pada pemilu presiden 2014 mendatang.
Apakah memang Jokowi layak memimpin Indonesia di masa depan, dan memiliki kapasitas yang memadai? Tetapi, sekarang Jokowi sudah dianggap tokoh yang sangat mumpuni, dan terus dikampanyekan oleh media seperti Kompas, Tempo, dan sejumlah media sosial secara massif untuk menapaki jalan kekuasaan di masa depan.
Sementara itu, penduduk Jakarta mulai merasakan pahitnya kebijakan Jokowi yang menggusur pedagang kaki lima, dan sejumlah penggusuran di Sunter, dan yang menikmati hanyalah orang-orang cina kaya di Pluit. Sementara itu, setiap hari orang stress menghadapi kemacetan, akibat sterilisasi jalur busway. Ah/hh