View Full Version
Selasa, 03 Dec 2013

Surat Terbuka untuk Kapolri Jendral Pol H. Sutarman.

YTH Kepala Polisi Republik Indonesia Bapak Jendral Pol H. Sutarman

di Jakarta. 

Assalamu'alaikum. Semoga Bapak Jendral Pol H. Sutarman selalu dalam lindungan Allah SWT. 

Terkait pemenuhan hak berjilbab bagi Polwan yang sudah diumumkan melalui media massa oleh Bapak Kapolri di depan insan pers pada November 2013, sesungguhnya pengumuman tersebut telah menjadi kebanggaan Umat Islam. Dimana, di tengah-tengah runtuhnya mental aparat penegak hukum, di tengah banyaknya kasus korupsi, di tengah ketidakpekaan penguasa terhadap masalah kebangsaan, ternyata masih ada Pimpinan Polri yang dengan cerdas, mengerti kebutuhan ruhani anak buahnya.

Oleh karena itu, harapan pemenuhan hak beribadah dan mengenakan baju sesuai agama yg dipeluk Polwan Muslimah, menjadi makin jadi kenyataan setelah Kapolri mengumumkan bolehnya Polwan Muslimah mengenakan jilbab, tanpa harus menunggu aturan.

Alhamdulillah, dengan pengumuman tersebut, saya lihat respon luar biasa dilakukan jajaran Polri. Ada Apel Polwan berjilbab, dan sudah banyak Polwan yang kemudian mengenakan Jilbab. Ini sungguh suasana yang sangat menggembirakan. Kapolri telah membuat sejarah manis di awal jabatannya.

Kenapa? Karena selama ini banyak Polwan Muslimah yang mengenakan Jilbab justru ketika di luar dinas. Sementara di saat dinas mereka ketakutan memakainya. Maka dari itu, pengumuman Kapolri dibolehkannya Polwan berjilbab tanpa menunggu aturan, adalah sebuah langkah yang seharusnya diambil oleh pemimpin yang bekerja di tengah masyarakat yang mayoritas Muslim. 

Namun, turunnya TR yang memerintahkan penundaan penggunaan jilbab bagi Polwan, telah menyebabkan konsekuensi paling dilematis karena Polwan yang semula sudah dengan ikhlas dan bangga beribadah demi menyempurnakan diri sebagai Muslimah dan mengabdikan diri sebagai Polwan untuk turut menjadi pelindung, pengayom, pelayan dan penegak hukum di tengah masyarakat, kini harus mencopot jilbab, sekaligus dengan terpaksa menistakan diri, menurunkan kesempurnaannya sebagai Muslimah Abdi Negara.

Pencopotan Jilbab mungkin dianggap hal biasa bagi sebagian pihak. Tapi dalam Islam, menanggalkan jilbab yang pernah dikenakannya adalah aib. Menanggalkan jilbab yang pernah dikenakan berarti meruntuhkan harga diri seorang Muslimah. Apapun itu profesi dan pekerjaannya.

Apabila soal desain jilbab dan desain baju Polwan Muslimah kini dijadikan alasan yang sulit  untuk dipenuhi, bukankah kita sudah punya model Polwan di Aceh? Bukankah Aceh juga bagian dari NKRI ?

Apabila soal anggaran yang dipersoalkan, maka bagaimanakah jika, Polwan bersedia mengeluarkan biaya pribadi untuk pembuatan seragamnya? Apakah TR pencopotan jilbab itu bisa dibatalkan?

Bapak Kapolri, baru saja saya membaca berita media massa hari ini. Wakapolri Bapak Oegroseno yang menandatangani TR tersebut menyatakan bahwa Polri akan melakukan studi banding ke beberapa negara lain tentang model Baju Polwan. Dengan demikian, akan membutuhkan waktu berapa lama lagi studi banding ini? Bukankah Indonesia ini gudangnya Desainer Busana Muslim? 

Bapak Kapolri, apabila memang persoalan jilbab ini menjadi sulit, saya bersama teman-teman di Ormas Islam bersedia menyediakan pendanaan melalui program iuran sukarela dari Umat Islam guna membantu beban Polri. Insya Allah Indonesia akan diberkahi apabila Polri ingat bunyi azas pertama Tri Brata yang berbunyi "KAMI POLISI INDONESIA BERBAKTI  KEPADA  NUSA  DAN  BANGSA DENGAN  PENUH  KETAQWAAN  TERHADAP  TUHAN  YANG MAHA  ESA".

Demikian surat terbuka saya buat. Atas diperhatikannya surat ini, saya sampaikan banyak terimakasih.

Jakarta, 3 Desember 2013

Terimakasih 

 

Mustofa B. Nahrawardaya 

Aktifis Muda Muhammadiyah

081384359622

Email: [email protected]

Twitter: @MustofaNahra 


latestnews

View Full Version