JAKARTA (voa-islam.com) - Amboy nian, Nafsiah Mboi Menteri Kesehatan kontroversial ini menyatakan bahwa sertifikasi obat halal dapat mengancam nyawa pasien. Ia menilai kewajiban sertifikat halal dan pencantuman obat dan vaksin yang tersertifikasi halal dalam UU akan mempersulit pelayanan dokter kepada semua pasien karena saat ini bebas mengkonsumsi obat haram sekalipun apabila dapat menyelamatkan dia dari penyakit dan kematian.
Para praktisi dunia medis dan kesehatan akan kesulitan memberi perlindungan kesehatan bagi masyarakat jika pasien dilarang mengkonsumsi obat-obatan jenis tertentu yang dinilai tidak halal atau belum tersertifikasi halal.
“Saya hanya pikir bagaimana seorang pasien tidak bisa mengonsumsi obat karena ada sertifikasi halal lalu dia kena penyakit dan meninggal. Tanggung jawab siapa?” katanya, Senin (9/12/2013).
Ia menambahkan banyak obat yang di impor sehingga sulit dilakukan sertifikasi halal. Misalnya saja ada zat yang berasal dari babi digunakan pada produksi beberapa obat yang prosesnya memang menggunakan sejumlah zat yang haram bagi umat Islam. Ada Ratusan ribu obat dan vaksin dan tak semuanya halal.
"Obat banyak yang impor, bagaimana bisa sertifikasi, karena ada beratus-ribu obat dan vaksin, mereka tak bisa semuanya bersertifikat halal." kata Nafsiah saat ditemui di Istana Negara, Senin, 9 November 2013.
Nafsiah: Obat Halal Membuat Penanganan Pasien Terhambat
Syarat obat harus halal, menurut dia, justru akan menyebabkan terhambatnya penanganan pasien yang sakit atau kritis.
"(Jadi) Mohon dipertimbangkan supaya obat dan vaksin jangan dimasukkan sama seperti makanan dan minuman," ujar Nafsiah.
Kalo begitu keadaannya, Umat Islam Indonesia mau tak mau, suka tidak suka sudah kemasukan minyak babi yang terkandung pada mayoritas obat dan farmasi di Indonesia, karena nyatanya baru 22 produk yang bersertifikasi halal dari MUI.
"Di antara 30 ribu obat yang diproduksi sekitar 206 perusahaan di Indonesia, yang telah bersertifikat halal masih sangat sedikit. Dari kelompok obat-obatan, hanya ada lima perusahaan dengan 22 produk,” beber Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim, Sabtu (7/11).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara mengenai pernyataan Nafsiah Mboi soal masih adanyan obat menggunakan katalisator berbahan babi. MUI menegaskan, hal itu tetap haram meski hasil akhirnya sudah tidak terdeteksi.
Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal produk Farmasi dalam Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Alasannya, hampir semua obat dan vaksin mengandung babi sehingga tidak bisa disertifikasi halal.
“Contohnya, walaupun bahan vaksin tidak mengandung babi, tapi katalisatornya itu mengandung unsur babi. Sehingga tidak bisa dinilai kehalalannya,” ujar Nafsiah
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, sesuai dengan kaidah ushuliah, sesuatu yang haram awalnya meski diproses sedemikian rupa, hasil akhirnya tetap haram. Amidhan berharap pemerintah lebih mendorong tersedianya obat halal, bukan malah menolak. Sebab, perlindungan terhadap konsumen muslim adalah hak konstitusional.
"Dalam Islam, hukum mengonsumsi obat dan vaksin sama dengan hukum mengonsumsi produk pangan, yakni harus halal,” ujar dia.
Senada dengan Anwar Abbas, Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengatakan Kemenkes harus bersikap tegas terkait dengan peredaran produk-produk farmasi yang belum memenuhi standar kehalalan.
"Saya merasa pernyataan itu mengejutkan karena selama ini umat Islam di Indonesia telah mengonsumsi obat-obatan yang haram," tuturnya.
Dia mendesak Menkes agar membeberkan obat-obatan apa saja yang mengandung bahan-bahan haram. Anwar juga meminta seluruh elemen, termasuk pemerintah, tidak berdiam diri melihat fenomena itu terus berlarut-larut. [abdullah/voa-islam.com]