JAKARTA (voa-islam.com) - Agenda kristenisasi dan pendangkalan aqidah secara sistematis kembali di tebar Ahok dengan dukungan kaum kristen rupanya merestui lokalisasi pelacuran.
Buktinya saja bukan memberantas prostitusi dan menutup pelacuran seperti rencana penutupan lokalisasi di Dolly Surabaya, lho kok malah mengagas lokalisasi prostitusi.
Ketua Dewan Pimpinan MUI bidang Pemberdayaan Perempuan, Tutty Alawiyah yang juga pengasuh Pondok Pesantren Asyafi'iyah Jati Waringin Jakarta Timur ini bersama Wakil Sekertaris Jenderal MUI, Welya Safitri memberikan pernyataan sikap pelaksanaan jilbab bagi Polwan di Gedung MUI, Jakarta, Jumat (20/12).
Para aparat sibuk melakukan pendangkalan aqidah umat, proyek kondomisasi sudah, beralih ke lokalisasi, padahal pakai jilbab saja polwan dipersulit. Alih-alih pakai jilbab, malah disuruh pakai topi sinterklas, alih-alih berantas seks bebas malah diberikan lapak legal kondomisasi dalam lokasilasi.
Bagaimanapun dalihnya haram akan tetap tak halal...
Waspada pendangkalan aqidah secara sistematis
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bahkan mendapat respons positif dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI). Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persatuan Gereja Indonesia Jeirry Sumampouw berharap prostitusi dan lokalisasi bisa diberantas.
"Tapi ternyata kan tidak bisa dihilangkan, pengalaman setelah lokalisasi Kramat Tunggak itu ditutup, menurut saya (prostitusi) malah makin mengkhawatirkan dan liar," kata Jeirry kepada detikcom, Selasa (24/12).
Jeirry berpendapat prostitusi tetap bisa berkembang, dan malah semakin menjadi-jadi karena banyak faktor. Mulai dari bisnis, manusia yang sulit menahan syahwat, serta sejumlah kemiskinan mendorong orang terjun ke pelacuran.
Tak senada dengan PGI dan Ahok, Menteri Agama menyatakan apapun Alasannya, Lokalisasi Prostitusi Dilarang!
"Apapun alasannya pelacuran, nggak boleh. Sporadis maupun dilegalkan. Kan udah dulu di Kramat Tunggak jamannya Sutiyoso yang disebut daerah haram jaddah jadi Islamic Jaddah. Sekarang ada mesjid ada Islamic Center," kata Suryadharma Jumat (27/12/2013).
Baginya tidak ada pembenaran untuk melegalkan praktik pelacuran. Niat mengontrol penyebaran HIV/AIDS tidak harus dilakukan dengan melokalisasi pelacuran.
"Nggak ada logikanya melegalkan pelacuran. Kalau untuk pencegahan AIDS, ya penegakan hukum. Kalau ada yang sporadis, penindakan hukumnya yang dipertegas," ungkapnya.
Ia menilai tak ada jaminan jika ada lokalisasi, praktik prostitusi di Jakarta akan hilang. Bisa saja yang tersebar di Jakarta juga tetap berjalan.
"Kalau dilokalisir, apakah yang sporadis berhenti? Ya gaklah. Nggak ada jaminan juga. Dua duanya jalan. Lebih baik penegakan hukum yang jelas," ungkapnya.
Suryadharma juga menyindir aturan pemakaian jilbab oleh Polwan yang belum juga jelas. Namun saat ditanya lebih lanjut, ia memilih berjalan dan tak berkomentar lagi.
"Kita ini kadang aneh, seperti orang yang baik pakai jilbab saja dilarang. Bagaimana caranya melegalkan pelacuran," tutupnya
Yang terbaru, ada upaya penolakan obat halal dan penghapusan kolom agama di KTP. Pendangkalan akidah di Indonesia sudah sangat masif,” kata Menag.
FPI Nilai Pemda DKI Raup Untung Prostitusi
Sutioyoso akan bangkit dari tidurnya jika kebijakannya menutup prostitusi kembali di hidupkan. Bahkan Front Pembela Islam (FPI) menilai pemerintah daerah DKI Jakarta selama ini tidak serius dalam menangani masalah prostitusi di ibu kota. Pasalnya, di mata FPI masalah pedagang kaki lima dapat ditertibkan sedangkan prostitusi tetap marak hingga kini.
Ustadz Novel Bamu'min mengatakan PKL dapat ditertibkan sebab tidak memberi masukan buat pemerintah provinsi DKI. Sedangkan prostitusi yang dilengkapi kafe-kafe pendukung, terdapat peredaran minuman keras yang dapat menjadi pemasukan bagi Pemda.
"Prostitusi ini dianggap gampang dan remeh. Karena PKL sepertinya gak ada manfaat buat pemda, gak ada pemasukan. Dan kalau prostitusi itu, ada tempat-tempat, kafe sebagai pendukung di belakangnya, meski dia mangkal, itu bisa dijadikan suatu pemasukan buat pemda, di situ ada peredaran miras," Novel yang menjabat sebagai Humas Lembaga Dakwah Dewan Pengurus Pusat FPI
Dia melanjutkan, banyak PKL yang bisa pemda tertibkan dengan anggaran yang ada, sementara masalah prostitusi sudah bertahun-tahun tidak selesai-selesai karena tak pernah ditangani dengan serius. "Itu di APBD harusnya ada dana dialokasikan buat penertiban prostitusi."
Beginilah kalo pemimpin kristen, aroma kepentingan kristen lebih dominan karena mereka menghalalkan apa yang telah Allah haramkan... Naudzubillah [detik/dbs/ustman/voa-islam.com]