DENPASAR (voa-islam.com) - Peraturan sekolah tidak bisa lebih tinggi dari peraturan diatasnya, yaitu Peraturan Dikdasmen Nomor 100/C/Kep/1991. Namun di SMU 2 Denpasar tak berlaku peraturan tersebut lantaran sang kepala sekolah bersikeras pada pendiriannya agar siswi berjilbab disarankan pindah ke sekolah lain yang mau menerimanya, meski tindakan tersebut berpotensi melanggar HAM.
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Dr Surahman Hidayat merasakan penyesalannya masih ada kasus pelarangan siswi berjilbab, sebagaimana dialami siswi di SMAN 2 Denpasar Bali.
“Sangat disesali peristiwa pelarangan jilbab di sekolah tersebut, padahal sudah sangat jelas aturan tentang bolehnya pemakaian jilbab bagi siswi Muslimah,” ungkapnya Surahman Hidayat dalam rilisnya yang dikirim ke redaksi Rabu (08/01/2014) pagi.
Surahman yang juga anggota Komisi X DPR RI membidangi Pendidikan, Olah raga dan Pariwisata ini menjelaskan, bentuk pelarangan ini jelas melanggar hak asasi manusia, melanggar UUD 1945, tentang kebebasan menjalankan agama,
Di samping itu peraturan sekolah tidak bisa lebih tinggi dari peraturan diatasnya, yaitu Peraturan Dikdasmen Nomor 100/C/Kep/1991, yang sangat jelas mengatur pedoman Pakaian Seragam Sekolah yang menyebutkan, ‘siswi putri mengenakan blus biasa berlengan panjang, rok panjang sebagai bawahan dan jilbab. “
“Alasan pihak sekolah melarang pemakaian jilbab, karena tidak sesuai peraturan di sekolah tidak bisa diterima, ini bentuk pelecehan terhadap peraturan Kemdikbud,” tegasnya lagi.
Karena itu Surahman meminta pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Dr Muhammad Nuh untuk segera menindak tegas setiap sekolah yang bersangkutan.
“Agar jangan lagi ada pelarangan jilbab di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia,” tutupnya.
Seperti diketahui, kasus yang alami oleh seorang siswi bernama Anita Wardhani, kelas XII IPA SMAN 2 Denpasar, Bali, terus menunai protes dari berbagai kalangan. [panjiislam/hidayatullah/ahmad/voa-islam.com]