JAKARTA (voa-islam.com) - Koran seperti Kompas tak henti-hentinya mengekspos Ahok. Kompas terus berusaha mendongkrat Ahok sebagai tokoh baru dalam blantika politik ibukota. Seakan Ahok tokoh yang sangat hebat penuh dengan idealisme. Tindakannya sangat tegas, membela kepentingan rakyat, bersih dan tidak korup.
Tetapi, siapa sejatinya Ahok itu? Adakah memang dia tokoh yang sangat hebat, dan memiliki kepemimpinan yang luar biasa? Penuh dengan idealisme, bukan tokoh oportunis, dan hanya seorang yang sangat obsesif dengan jabatan dan kekuasaan?
Inilah lekuk-lekuk kehidupannya di blantika politik. Penuh dengan “zig-zag”, tidak lurus, berganti partai dengan tujuannya mendapatkan kekuasaan. Seperti, tahun 2004, Ahok mulai terjun ke dunia politik. Laki-laki asal Belitung ini bergabung ke Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB). Partai yang didirikan seorang tokoh sosialis, Syahrir yang meninggal sebelum PIB sempat menjadi kekuatan politik riil.
Ahok ditunjuk sebagai Ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur. Pada Pemilihan Umum 2004, ia terpilih sebagai anggota anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur. Setahun kemudian, Ahok ikut dalam pemilihan Bupati Belitung Timur. Ia berpasangan dengan Khairul Effendi dari Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK).
Ahok dan Khairul terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur definitif pertama, dengan raupan suara 37,13%.
Pada 22 Desember 2006, ia menyerahkan jabatannya kepada wakilnya, Khairul Effendi karena ingin ikut dalam Pemilihan Gubernur Bangka Belitung 2007.
Ahok mendekati mantan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk mendapatkan dukungannya. Bahkan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa itu ikut berkampanye. Dalam Pemilihan Gubernur Babel, Ahok keok. Ia dikalahkan oleh Eko Maulana Ali.
Luapan dan ambisi politik Ahok begitu tinggi. Pada Pemilihan Umum 2009, ia menjadi caleg dari Partai Golongan Karya (Golkar). Berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi DPR. Pada 2012, Ahok loncat ke Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), karena dia memutuskan ikut dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Ahok pindah partai karena mendampingi Joko Widodo atau Jokowi. Jokowi-Ahok terpilih, mengalahkan pasangan incumbent Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Sekarang, Ahok diisukan bakal keluar dari Gerindra. Kabar itu berhembus karena Ahok sudah sering bertemu dengan Mega, bahkan dia juga sering datang ke acara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Ahok bersama Jokowi sempat diundang makan-makan di kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Di perayaan Natal lalu, Megawati bersama Jokowi mengunjungi Ahok di kediaman pribadinya, di kompleks Pantai Mutiara, Jakarta Utara.
Belum lama ini, bersama Jokowi dan Megawati, Ahok juga menghadiri acara peluncuran buku dan open house politikus senior PDIP Sabam Sirait.
Kabar kepindahan Ahok makin berhembus kencang karena Jokowi disebut-sebut akan didukung sebagai calon presiden. Jika hal itu terjadi, Ahok bisa otomatis naik menjadi gubernur.
Pengamat politik Toto Sugiarto menilai PDIP sedang mempersiapkan Ahok untuk menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dalam sebuah wawancara khusus di salah satu stasiun televisi, Ahok mengaku siap menjadi Gubernur bahkan menjadi Presiden atau Wapres. "Sekarang masuk Medan Merdeka Selatan (Balaikota DKI) nanti masuk Medan Merdeka Utara (Istana Negara)" ucap Ahok.
Ahok membantah rumor akan keluar dari Gerindra. Kemesraan yang terlihat belakangan ini karena dirinya berteman baik dengan sejumlah pengurus PDIP. Apa yang terjadi ke depan tidak ada yang tahu, kecuali Tuhan. Saat ini, Ahok tetap sebagai kader Gerindra.
Kalangan Gerindra juga tidak mau ambil pusing dengan Ahok, dan seperti dikatakan oleh Fadli Zon, mengatakan, Ahok bukan orang penting di Gerindra. Ahok tak lebih tokoh oportunis yang sangat ambisius dan obsesif dengan kekuasaan dan didukung media sekuler dan kristen, seperti Kompas. Af/dsb.