View Full Version
Rabu, 15 Jan 2014

Mengapa Harus Mengeluarkan Anggaran Untuk Melawan Hujan?

JAKARTA (voa-islam.com) - Seperti ingin melawan kehendak alam dan Tuhan, usaha menghentikan hujan dengan berbagai rekayasa. Sekarang ini bukan hanya menggunakan  teknologi modern, tetapi sampai menggunakan “dukun” alias pawang hujan menghadapi anomali cuaca. Mengerahkan “dukun” menghentikan hujan, dan menghalau awan, agar tidak jatuh di daratan, tetapi jatuh di laut.

Amerika negara yang paling modern, dan memiliki teknologi yang sangat  canggih, tidak mampu melawan badai yang berkali-kali menghantam daratan Amaerika, dan memporak-porandakan sebagian negara itu. Segala kemampuan teknologi, riset dan usaha-usaha menggunakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjinakkan badai yang sangat dahsyat yang menerjang  di berbagai negara bagian Amerika, tak pernah berhasil.

Di Jakarta, usaha-usaha menghentikan curah hujan, dan mengarahkan curah hujan ke arah laut, sebagai usaha pemerintah DKI agar wilayah ibukota itu, tidak terendam banjir. Sekarang DKI Jakarta menghadapi cuaca yang buruk, dan curah hujan yang tinggi, dan berpotensi terjadinya banjir. Maka, Pemprov DKI Jakrta melakukan upaya mengurangi curah hujan di Jakarta dengan rekayasa cuaca. Namun, usaha-usaha rekayasa itu yang dijalankan Pemprov DKI itu dinilai bukanlah solusi. Namun merupakan pemborosan mengingat kebutuhan dana cukup besar.

"Anggarannya besar sekali, itu ‘kan pakai pesawat, sekali terbang sudah berapa uang yang dikeluarkan? Bisa tahan lama nggak? Saya pikir itu bukan solusi mengatasi banjir di Jakarta," kata politisi Martin Manurung. Yang perlu diperhatikan, lanjutnya, pembangunan perumahan di Jakarta dan sekitarnya yang tidak memperhatikan pembuangan saluran air. Termasuk pertumbuhan sektor properti yang tidak bertanggung jawab merupakan penyumbang terbesar banjir di Jakarta.

Di Jakarta Utara dan Barat sampai Tangerang yang dahulunya rawa-rawa dan hutan bakau telah disulap menjadi perumahan mewah, dan apartemen serta padang golf. Sejak mulai daerah Pluit, Pantai Indah Kapuk (PIK),sampai Tangerang, dan sepanjang pantai utara Jakarta sudah berubah menjadi komplek perumahan dan aparrtemen, dan mall. Semuanya itu mengakibatkan manpetnya saluran air dan resapan air  di Jakarta. Masih ditambah buruknya drainase yang banyak tidak jalan.

Jadi, kalau Pemprov DKI bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan rekayasa cuaca untuk mengurangi curah hujan yang tinggi di Ibukota Jakarta, dan  rekayasa cuaca akan dilaksanakan selama dua bulan terhitung mulai hari ini, maka itu langkah yang sia-sia dan hanya pemborosan belaka.

Menurut laporan yang ada dalam rekayasa yang menggunakan teknologi penggaraman, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 20 miliar dan Rp8 miliar dari dana siap pakai BNPB.

Sementara anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Firdaus Ali mengatakan, banjir yang terjadi di beberapa wilayah merupakan dampak dari intensitas hujan yang terus menerus terjadi. Menurutnya, apa yang terjadi masih awal musim penghujan. Jakarta masih akan dihadapkan cuaca yang lebih ekstrim lagi. "Ini ramalan bahwa kita sedang menghadapi cuaca sangat ekstrem. Jakarta terkena efek negatif lebih buruk dibanding daerah lain," ujar Firdaus.

Ia mewanti-wanti agar Gubernur DKI Jokowi tidak lengah selama musim penghujan tahun ini. "Dan, ingat Pak Jokowi, ini baru awal. Kita masih akan diterpa hal seperti ini paling tidak tiga setengah bulan ke depan," ungkapnya.

Lebih baik dana yang besar itu, digunakan menyantuni rakyat miskin yang rumahnya terendam banjir. Banjir bisa merendam nama Jokowi yang sudah melambung oleh hasil survei calon presiden. af/hh 


latestnews

View Full Version